Nasional HARLAH KE-101 NU

Pidato Lengkap Gus Yahya di Pesantren Al-Munawwir Krapyak untuk Membuka Peringatan Harlah Ke-101 NU

Rab, 31 Januari 2024 | 13:45 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya di Pesantren Al-Munawwir Krapyak untuk Membuka Peringatan Harlah Ke-101 NU

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat sambutan membuka secara resmi Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama dan Halaqah Nasional Strategi Peradaban Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Bantul, Yogyakarta, Senin (29/1/2024). (Foto: dok. PBNU)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau galib disapa Gus Yahya, memberi pidato sambutan dalam Pembukaan Peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-101 Nahdlatul Ulama 1344-1445 H yang digelar di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Bantul, Yogyakarta, Senin, 29 Januari 2024.


Berikut adalah transkripsi pidato lengkap Gus Yahya dalam forum yang dihadiri pengurus NU se-Indonesia tersebut.


Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.

Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.

 

Yang mulia Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftachul Akhyar. Yang mulia Ibu Negara ke-empat Republik Indonesia yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ibu Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid. Yang mulia Mustasyar Nahdlatul Ulama KH Ahmad Mustofa Bisri. Yang mulia Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Anwar Iskandar, KH Afifuddin Muhajir. Yang saya hormati para rais syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Said Asrori dan jajaran para Katib. Yang saya hormati teman-teman dari jajaran Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Yang saya hormati Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta KH Abdul Hamid Abdul Qodir, yang juga Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri. Ini ada rais ngelaju. [Hadirin tertawa]. Dan para sesepuh Pondok Pesantren Krapyak, orang tua saya semua: Kiai Jirjis Ali Maksum, Ibu Nyai Umi Salamah Masyhuri, Ibu Nyai Ida Zainal Abidin. Seluruh ahli Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang saya cintai.


Sebetulnya kalau ditanya kenapa Konbes ini, Pembukaan Konbes ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Krapyak? Alasannya karena Ketua Umum-nya saya. Mumpung jadi Ketua Umum sebetulnya saya ingin ada kegiatan nasional NU di rumah saya. Tapi karena rumah saya di Rembang sana tidak memungkinkan, ya pilihannya adalah di rumah saya yang di Krapyak ini.


Bapak Ibu sekalian yang saya hormati.

Alhamdulillah. Para rais dan ketua PWNU seluruh Indonesia hadir, telah hadir, lengkap, bersama kita. Begitu juga ditambah dengan para wakil dan ketua PCNU se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selamat datang di tahun kedua abad kedua Nahdlatul Ulama.
 

Bapak Ibu yang saya hormati.

Kita memasuki masa-masa yang krusial, masa-masa yang sangat menentukan bagi Nahdlatul Ulama ini. 


Nahdlatul Ulama ini didirikan sebagai suatu jam’iyah oleh para muassis dengan visi untuk membangun suatu hukumah diniyyah, sebetulnya. Kalau hanya untuk menyediakan bimbingan keagamaan bagi jamaah, itu sudah menjadi wadzifahnya para ulama, para kiai, jauh-jauh sebelum jam’iyah ini didirikan. Tetapi di dalam konteks sejarah yang sangat krusial di tengah suatu dinamika menuju perubahan dalam skala peradaban, para muassis memikirkan tentang hal-hal raksasa yang dibutuhkan oleh umat, bukan hanya di Nusantara saja, tapi di seluruh dunia. 


Bahwa di dalam menghadapi sejarah yang dinamis sejarah yang dinamis, sejarah yang mendatangkan momentum-momentum yang akan sangat menentukan masa depan seluruh umat manusia, pasti dibutuhkan koherensi di antara para pemangku agama ini, tentang bimbingan apa yang harus disediakan kepada umat? 


Kita tahu bahwa thabi’ah dari wacana keagamaan kita ini memang dari sononya penuh dengan ikhtilafan. Wajar jika di antara sekian banyak ulama, seringkali dalam menghadapi berbagai masalah, terjadi perbedaan-perbedaan pandangan. Tapi pada saat-saat yang sangat menentukan, pasti dibutuhkan konsolidasi secara keseluruhan. Sehingga dibutuhkan satu otoritas, satu salathah diniyyah, otoritas keagamaan, yang bisa mempersatukan pandangan- pandangan, dan membawa seluruh kekuatan jama’ah dalam satu strategi bersama yang koheren. Maka dari dulu kita mengenal kaidah tentang peran hakim yang bisa mempersatukan perbedaan-perbedaan, sebagaimana kaidah hukmul hākim yarfa'ul khilāf. Maka Nahdlatul Ulama ini sebetulnya didirikan untuk membangun suatu fungsi hakim yang bisa mempersatukan perbedaan-perbedaan apa pun yang terjadi di kalangan umat ini dalam kerangka Ahlussunnah wal Jamaah.


Itu sebabnya Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy'ari menyeru kepada semua, semua ulama Ahlussunnah wal Jamaah min ahli madzahibi aimmatil arba'ah, semua, beserta pengikut-pengikutnya, antum wa man tabi’akum, minal fuqara’ wal aghniya’, wa dhu’afa’ wal aqwiya’, semuanya, diajak bergabung di dalam jam’iyyah mubarakah yang diberi nama Nahdlatul Ulama ini. 


Maka saya ingin ingatkan – khususnya kepada teman-teman pengurus-pengurus, mulai dari PBNU sampai ke ranting, apalagi cuma potongan tanfidziyah-tanfidziyah ini, yang makamnya cuma maqam pesuruh sebetulnya – untuk senantiasa memperhatikan disiplin organisasi dengan mengikuti secara tegas, setara teguh, sam’an wa tha’atan, kepada keputusan kepemimpinan sebagai hakim yang menyelesaikan perbedaan apa pun di antara kita semua. 


Di dalam masa-masa ini kita menyaksikan – mulai dari tingkat domestik dalam negeri sampai dengan tingkat global – dinamika yang penuh dengan tantangan, dinamika yang penuh dengan kerawanan bagi kita semua. Kita menyaksikan bahwa secara domestik ada pertarungan di antara kepentingan kepentingan kelompok yang berbeda-beda. Tetapi ada tuntutan yang luar biasa penting, yang luar biasa berat untuk ditanggungkan bangsa ini sebagai kepentingan bangsa dan negara. Karena ada tantangan-tantangan yang harus diatasi bersama, dan waktu yang tersedia untuk kita semua tidak banyak. 


Demikian juga di tingkat global, ada dinamika yang luar biasa, yang apabila bangsa-bangsa ini tidak dapat menemukan suatu arah yang tepat ke masa depan, ada ancaman yang nyata dan serius terhadap kedaulatan dari bangsa-bangsa, dan kedaulatan dari manusia-manusia sebagai warga-warga bangsa itu. 


Di tengah kecenderungan semakin longgarnya, bahkan runtuhnya perbatasan-perbatasan fisik dan geografis, diikuti dengan tumbuhnya kekuatan kekuatan besar, dengan apa kita harus bertahan untuk menjaga kedaulatan kita bersama? Dalam keadaan yang seperti ini, tidak ada jalan lain bagi kita, selain memperkuat bangsa dan negara kita ini sebagai kubu di dalam menjaga kita bersama. Maka, Bangsa dan Negara ini harus kuat. Kita harus meneguhkan kebersamaan kita untuk menjaga agar Bangsa ini tidak dilemahkan oleh apa pun. Tetapi justru semakin dikuatkan. 


Dan kita juga harus meyakinkan dunia, bahwa dunia membutuhkan Indonesia yang kuat, karena Indonesia memiliki banyak hal yang dibutuhkan oleh dunia untuk menemukan jalan keluar dari berbagai masalahnya. 


Nahdlatul Ulama di dalam dua arena ini harus mampu berperan dengan nyata, harus mampu memberikan atsar yang nyata, bukan hanya hura-hura, apalagi cuma hura-huranya anak-anak yang nguber layangan pedhot (putus). Karena kita masih melihat, bahkan kecenderungan dalam diri kita, banyak di antara kita yang masih terobsesi untuk mengejar layangan putus. Senang ramai-ramainya, tapi hasilnya susah.  Orang mengejar layangan putu situ hasilnya susah. Tiwas grudak-gruduk lari-lari ke sana ke mari, ternyata nyangkut di pohon kelapa, repot naiknya. Kalau hasil, layangan itu dipakai rebutan sehingga modal-madil, enggak bisa dinaikkan lagi – menjadi tidak berguna. 


Kita harus ubah cara kerja ini menjadi cara kerja yang lebih strategis, karena kita punya tanggungan yang tidak kecil, yang tidak ringan. Kita harus memacu kinerja untuk mengawal kemenangan Indonesia. Karena di tengah tantangan sejarah, di tengah tantangan-tantangan berskala peradaban ini, Indonesia harus menang. Supaya kita semua tetap berdaulat. Supaya Kiai Miftachul Akahyar tetap berdaulat, Kiai Mustofa Bisri tetap berdaulat, Kiai Abdul Hamid tetap berdaulat. Sarmo, Paijo, Patkan, Parkur, Sujinah, semuanya harus tetap berdaulat. 


Saya, dalam kesempatan ini, ingin memohon bantuan doa dari Bapak Ibu sekalian, karena tadi malam, salah seorang saudara kita, pimpinan ketua lembaga dakwah PBNU KH Abdullah Syamsul Arifin mengalami musibah dalam perjalanan menuju Konbes ini. Sekarang beliau dirawat di rumah sakit. Mohon doa, semoga Beliau dikaruniai segera pulih, untuk bisa meneruskan khidmah bersama-sama kita kepada jam’iyah yang kita cintai ini. ‘Ala hadzihinniyyah, al-Fātihah (bersama-sama membaca Surat Al-Fatihah).


Terima kasih.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.

Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.