Jakarta, NU Online
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyelenggarakan Rembug Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2017. Kegiatan ini berlangsung mulai tanggal 25 - 27 Januari 2017, di Pusdiklat Kemendikbud, Sawangan, Depok, dan JIC Expo Kemayoran, Jakarta Pusat.
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), salah satu organisasi profesi guru di bawah binaan Nahdlatul Ulama diberikan kesempatan hadir untuk menyampaikan gagasan dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan, khususnya terkait kebijakan yang menyangkut guru.
Perwakilan Pergunu, Aris Adi Leksono mengungkapkan, forum ini sangat strategis bagi pemerintah untuk menyerap aspirasi langsung terkait pengembangan pendidikan dan kebudayaan nasional. Lebih penting lagi, kata Aris, melalui forum ini pemerintah dapat memperbaharui perkembangan terkini di lapangan terkait masalah pendidikan dan kebudayaan, sehingga dapat dijadikan program prioritas untuk perbaikan ke depan.
Pergunu telah menyiapkan sejumlah gagasan berdasarkan fakta, kajian, dan perkembangan terkini, terutama menyangkut persoalan guru. Pertama, sebagaimana spirit pelayanan pendidikan untuk semua, merata, dan berkedilan, maka perlakuan terhadap guru juga harus sama, non dikotomik antara guru di bawah binaan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam hal ini, perlu sinergi antara kedua Kementerian tersebut, selanjutnya pengembangan sinergi kepada daerah.
“Jadi bukan sekedar sinergi pusat dan daerah, tapi juga pusat dan pusat dulu baru daerah. Sehingga ke depan tidak ada lagi perlakukan yang diberbeda ke guru antara satu daerah dan lainnya,” terang Aris
Kedua, lanjut Aris, jika guru adalah unsur penting dalam penyelenggaraan pendidikan, maka memperhatikan kompetensi dan kesejahteraan guru adalah kebutuhan mutlak. Persoalan kebijakan guru honorer dan guru K2 harus dicarikan jalan keluar yang baik, sehingga tidak berlarut-larut.
Kondisi tersebut, kata Aris akan mengganggu etos kerja guru, serta rentan dijadikan praktik suap, pungli, bahkan menjadi komoditas politik. Misalnya ketika momen pilpres atau pilkada, menjadi dagangan politik untuk meraih simpatik dengan janji mengangkat sebagai Aparat Sipil Negara (ASN). Dalam kontek ini, Pergunu mengusulkan agar guru honorer dijadikan pegawai tidak tetap pemerintah daerah. Tentunya mereka akan mendapatkan kesejahteraan sebagaimana UMR atau UMP yang berlaku, serta tunjangan profesi lainnya, tanpa jaminan pensiun atau sejenisnya.
Ketiga, sehubungan dengan masih banyak dijumpai guru yang mendapatkan kesejahteraan dibawah kebutuhan dasar hidup layak, Pergunu mengusulkan pemerintah membuat peraturan standar kesejahteraan guru honorer dibawah yayasan. Sehingga yayasan tidak semena-mena memberlakukan guru. Sebagai salah satu pertimbangan menentukan great standar kesejahteraan guru adalah hasil akreditasi institusi.
Kelima, Pergunu mengusulkan gerakan "Pasrah Guru", dalam kontek memberikan perlindungan kepada guru saat proses belajar. Subtansinya adalah semacam kontrak mendidik antara orang tua dan guru. Sejauh mana perlakuan pendidikan yang diberikan kepada anak, serta sejauh mana orang tua mendukung proses pendidikan anak, baik secara moril maupun materiel, secara fisik maupun mental. Totalitas pasrah orang tua kepada guru ini salah satu faktor keberhasilan dalam belajar. Sehingga diantara mereka bisa saling menghargai dan berperan sesuai kedudukan masing-masing. Orang tua dan guru bisa memahami kedudukan Undang-undang kekerasan anak pada proses belajar sesuai porsi masing-masing.
Keenam, dalam aspek peningkatan kompetensi guru, Pergunu mengusulkan agar pemerintah membuka akses seluas-luasnya beasiswa studi S1, S2, dan S3 bagi guru, tanpa dikotomi NUPTK dan NIDN. Selanjutnya, membuka peluang riset strategis bagi guru tanpa batasan jenjang akademik, tetapi lebih mperhitungkan nilai guna dari hasil penelitian.
Kegiatan dibuka secara resmi Presiden RI, Jokowi bersamaan dengan penyerahan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 2000 lebih siswa/i se-Jabodetabek. Pemerintah menargetkan 19 juta lebih pada tahun 2017 anak Indonesia menerima KIP. Dalam amanatnya, Presiden menagaskan penting pendidikan karakter sebagai salah satu langkah aplikatif revolusi mental. Serta pentingnya pendidikan nilai berbasis kearifan lokal, nilai kebudayaan, dan berorientasi pada kecakapan hidup secara lokal, nasional, maupun global.
Hadir sebagai pembicara kunci dalam kegiatan tersebut, Menko Pembangunan Sumber Daya Manusia, Puan Maharani, Menteri Pariwisata, Arief Yahya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendi, Ahli Ekonomi dan Industri, Tsofyan Wanandi, sejumlah Guru Besar dari berbagai Universitas ternama di Indonesia. (Red-Zunus)