Gresik, NU Online
Songkok memang bukan komponen terpenting yang mendukung seseorang dalam beribadah, namun lambat laun kehadirannya sebagai pelengkap kepala pada saat ibadah telah menjadi tren tersendiri bagi pemakainya.<>
Seperti yang diakui oleh perajin Songkok di perkampungan Karang Poh, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Achmad Fathoni yang secara turun menurun menggeluti usaha kerajinan songkok sejak tahun 1967.
Menurut dia, pada dekade tahun 1990-an songkok hanya dikenal sebagai pelengkap kepala ketika shalat.
Namun, memasuki dekade tahun 2000-an, keberadaannya justru menjadi tren yang tidak hanya digunakan untuk beribadah, tetapi juga sebagai model yang menunjukkan kewibawaan dan ciri khas tersendiri bagi pemakainya.
Sejak dekade itu pulalah, atau sekitar tahun 2005 songkok terbagi menjadi dua model, yakni model “Chenghoo” atau yang biasa disebut kopiah berbentuk bundar menutup kepala, serta songkok biasa biasa berwarna hitam.
"Sekarang mulai ada juga songkok yang dikasih pemanis hiasan bordir atau tulisan," paparnya.
Selain itu, ditambah pula dengan masuknya berbagai model songkok dari luar negeri seperti Arab Saudi, China, Malaysia dan berbagai wilayah di Indonesia.
Masuknya berbagai model songkok dari luar ini, kata Fathoni membuat beberapa perajin di Kabupaten Gresik harus lebih pintar membuat hiasan dan memasarkannya, karena harus bersaing.
Menurut dia, munculnya berbagai model songkok dari beberapa negara yang dibuat melalui mesin canggih itu, perlahan-lahan juga menjadi ancaman bagi perajin yang membuat songkok dari tangan-tangan kreatif.
Meski demikian, Fathoni yang mengaku sebagai generasi kedua pembuat songkok setelah ayahnya itu optimistis, jika songkok yang terbuat dari tangan selalu mempunyai peminat sendiri dan tidak lengkang oleh waktu, karena ada kepuasan tersendiri pada konsumen yang membeli songkok buatan tangan.
Rasa optimisme bersaing itu setidaknya setiap tahun selalu terbukti, sebab saat memasuki bulan Ramadhan songkok buatan tangan ini justru mendapatkan pesanan melimpah, sehingga menjadi "masa panen" yang selalu ditunggu para perajin.
"Pesanan memang meningkatan hingga 70 persen menjelang bulan Ramadhan tahun ini. Pada bulan biasa hanya mencapai 100 songkok per bulannya, namun ketika memasuki bulan Juli atau mendekati Ramadhan meningkat hingga mencapai 800 songkok setiap bulannya," papar Fathoni yang menggeluti usaha songkok sejak tahun 1998 itu.
Pesanan melimpah setiap datang bulan Ramadhan ini membuat para perajin songkok di perkampungan Karang Poh tetap bertahan hingga saat ini.
"Alhamdulillah, sejak tahun 1967 usaha pembuatan songkok hingga kini masih mampu menjadi tumpuan harapan warga, apalagi memasuki Ramadhan yang merupakan masa panen pengrajin," tuturnya.
Fathoni yang merupakan generasi kedua setelah ayahnya meninggal tahun 2012 ini mengaku, kali pertama belajar membuat songkok dimulai dari pengguntingan, pemotongan hingga penjahitan sampai pengepakan.
Waktu terus berlalu, dan kini Fathoni pun mempunyai dua orang penjahit, dibantu beberapa kerabat dan keluarganya pada saat pengepakan songkok.
"Kami bisa menghasilkan lima kodi songkok setiap harinya, dan perkodinya berisi 20 buah songkok siap jual," tukasnya.
Fathoni mengaku kuwalahan melayani pesanan saat mendekati Ramadhan, sehingga dirinya menambah penjahit dari warga sekitar hingga empat orang dan dua pegawai pengepakan.
"Kami harus lembur siang dan malam karena kewalahan menyelesaikan pesanan menjelang ramadhan," ujarnya.
Sementara, produksi songkok Fathoni dibanderol dengan harga Rp12.500 hingga Rp30 ribu, dan dipasarkan di seluruh Jawa seperti Jawa Tengah yang meliputi Magelang dan Yogya, Jawa Timur meliputi Kediri, Blitar dan Jombang serta Jawa Barat yang meliputi Cirebon dan Bekasi.
"Untuk keuntungan, saya bisa mendapat Rp500 ribu per 10 kodi," katanya.
Inovasi
Hadirnya berbagai model songkok di pasaran tidak membuat sejumlah perajin di Kabupaten Gresik kehilangan akal atau berputus asa, hal ini seperti yang dilakukan oleh salah satu perajin songkok rumahan "Awing" di Kelurahan Blandongan, Kecamatan Kota Gresik.
Ia pun mengaku jika menjelang Ramadhan adalah "masa panen" karena banyaknya pesanan, namun para perajin di rumah produksi songkok "Awing" tetap melakukan terobosan dengan menggunakan berbagai inovasi.
Salah satu karyawan bagian penjualan produksi songkok Awing, Benny Wahidin mengatakan, inovasi yang dibuat salah satunya adalah menambahi kain jala pada sudut atas songkok, baik depan maupun belakangnya.
Menurut Benny, ide menambahi jala berawal dari pengamatan sederhana, yakni pada saat orang menggunakan songkok umumnya berkeringat, sehingga ada inovasi memberikan kenyamanan pada pengguna songkok dengan menambahkan kain jala.
"Ide ini kemudian banyak diikuti para perajin, sehingga sudah banyak yang memberikan jala pada songkok untuk memberikan kenyamanan pada pengguna," paparnya.
Sementara, pada saat bulan Ramadhan produksi awing bisa mencapai lebih dari 15 ribu songkok dengan pengiriman sebagian besar ke Jawa Barat.
"Produksi awing dijual dengan harga bervariasi, mulai harga termahal Rp115 ribu/songkok hingga paling murah Rp20 ribu, dan total omzet di bulan Ramadhan kurang lebih sekitar Rp4 miliar," katanya.
Sementara itu, baik Beny maupun Fathoni berharap dalam pengembangan produksi songkok lokal dibutuhkan keterlibatan pemerintah, terutama dalam perlindungan merk, sehingga produksi tangan kreatif perajin Kabupaten Gresik bisa bersaing dengan songkok dari berbagai negara, dan tidak harusselalu menunggu "masa panen" bulan Ramadhan saja.
Redaktur: Mukafi Niam
Sumber : Antara
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
3
Cerita Pasangan Gen Z Mantap Akhiri Lajang melalui Program Nikah Massal
4
Asap sebagai Tanda Kiamat dalam Hadits: Apakah Maksudnya Nuklir?
5
3 Pesan Penting bagi Pengamal Ratib Al-Haddad
6
Mimpi Lamaran, Menikah, dan Bercerai: Apa Artinya?
Terkini
Lihat Semua