Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama menerapkan lima perlindungan yang disebut al-Kulliyatul Khams dalam ilmu ushul fiqih. Lima perlindungan tersebut ialah perlindungan agama (hifdzud dîn), perlindungan jiwa (hifdzun nafs), perlindungan keturunan (hifdzun nasl), perlindungan akal (hifdzul ‘aql), dan perlindungan harta (hifdzul mâl).
Mengingat pentingnya keberadaan negara dan tanah air, Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menegaskan bahwa perlindungan terhadap negara dan tanah air tidak kalah pentingnya, yaitu hifdzul wathan wal aman.
Hifdzul wathan wal aman disampaikan Kiai Ishom menukil gagasan Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin saat mengisi materi dalam Pendidikan Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) II yang digelar Lakpesdam PBNU, Selasa (24/7) di Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya, Jakarta Barat.
“Hifdzul wathan wal aman ditambahkan Kiai Ma’ruf. Di sini menunjukkan bahwa NU tidak hanya memikirkan agama, tetapi juga menjaga dan melindungi negara. Kalian berpendapat beda, boleh, berpendapat sama juga boleh, namun tidak boleh bercerai-berai,” ucap Kiai Ishom.
Menurutnya, untuk menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara, politik nasional antara yang struktural dan kultural harus diperhatikan oleh ahli politik negara.
“Hal ini untuk membawa semua orang berdasarkan kemaslahatan agar mendapatkan kebaikan bersama,” tutur dosen UIN Raden Intan Lampung ini.
Maka dari itu, sambungnya, orang NU tidak boleh memusuhi pemerintah, kalau pun melakukan kritik harus prosedural. Arti siyasah itu sendiri adalah al-islah, yakni reformasi, perbaikan yang hakikatnya perbaikan negara.
“Itu hanya bisa diperbaiki dengan menjalankan etika dan nilai-nilai agama yang baik dan benar untuk mengisi kehidupan politik demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur Kiai Ishom. (Fathoni)