Nasional DISERTASI

Penelitian Tafsir Lokal Masih Minim

Sel, 24 Juli 2012 | 07:19 WIB

Semarang, NU Online
Ahmad Arif Junaidi yang sukses mempertahankan disertasinya di IAIN Walisongo Semarang berjudul Tafsir Al-Qur’anul Adhim, Interteks dan Ortodoksi dalam Penafsiran Raden Pengulu Tafsir Anom V memaparkan, kajian atas tafsir Al-Qur'an karya ulama lokal memang masih sangat minim.<>

Menurutnya, kebanyakan kitab tafsir yang populer dipelajari di madrasah dan pesantren adalah karya ulama yang punya kaitan ilmu langsung dengan Mekah. Sebut saja Tafsir A-Munir karya Syaikh Nawawi Banten, Tarjuman al-Mustafid Syaikh Abdur Rauf Sinkel Aceh, Tafsir Faidlur Rahman karya KH Soleh Darat Semarang. 

Arif yang juga aktivis Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Jawa Tengah sukses meneliti kitab tafsir Al-Qur'an karya pejabat tinggi Kasultanan Surakarta, Raden Pengulu Tafsir Anom V dan berhasil meraih titel tertinggi dalam dunia akademik formal.

Pada Jum’at (13/7) lalu, ia meraih nilai sangat memuaskan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,66 dalam Rapat Senat Terbuka Terbatas Ujian Promosi Doktor atas dirinya di ruang ujian lantai III Gedung Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. 

Dari hasil penelusurannya, ternyata banyak kitab tafsir karya ulama lokal yang tidak belajar langsung di Arab. Ia sebutkan, Kitab Tafsir Jalalain Basa Jawi karya Kiai Bagus Ngarfah, guru madrasah Manbaul Ulum Surakarta.  Tafisr ini belum selesai karena penulisnya wafat pada 1913, namun ada  “penerusnya”, Siti Chayati yang membuat Tafsir Surat Wal-Asri serta Dara Masyitoh yang menulis Tafsir Djawen. Dan yang paling menarik menurutnya, adalah Kur’an Winedhar Juz I dan Tafsir Al-Qur'anul Adhim karya Raden Pengulu Tafsir Anom V. 

“Tafsir buatan Pengulu Tafsir Anom V sangat menarik karena ada dua edisi, dengan aksara Arab pegon, dan aksara latin,” terangnya. 

Tafsir edisi pertama, adalah tulisan asli Raden Pengulu Tafsir Anom yang dikumpulkan oleh anak-anaknya yang bertugas di Mahkamah Syar’iyyah di ibukota Jawa, Solo. Sedangkan edisi kedua yang diberi judul Tafsir Al-Qur'an Suci Basa Jawi,  dibukukan secara baik (kahimpun) dening Prof KH Raden Muhammad Adnan, salah satu anak Pengulu Tafsir Anom. 

Arif tertarik meneliti tafsir lokal itu karena penulisnya adalah pejabat keagamaan tertinggi di Kraton Solo, juga karena tafsir tersebut punya banyak keunikan. Khususnya yang terkait dengan intertekstualitas penafsiran, yaitu hubungan antara teks dengan teks sebelumnya. 

Kebanyakan mufassir, ujarnya, mengutip isi kitab tafsir lainnya, dan itu menjadi pola umum di kalangan para penulis kitab. Namun Pengulu Tafsir Anom V selain kitab tafsir lain, juga banyak mengutip kitab fiqih, hal mana tidak dilakukan  mufassir lain. 

Salah satu contoh kutipan fiqih adalah tafsir atas surat Al-Baqoroh ayat 226-228 tentang ila’ dan thalaq, sang pengulu merujuk kitab fiqih Mizan Sya’rony, Fathul Qorib dan  I’anatut Tholibin (Anom, tentu: 92-93). Total ada 16 kitab yang dijadikan rujukan sang pengulu. 

“Perujukan kitab-kitab fiqih ini dilakukan dengan memposisikan sebagai anutan, bukan teks yang dikritik atau teks yang penulisnya berbeda pendapat dengannya. Fenomena ini sekaligus menampakkan keunikan lainnya, yaitu indikasi ortodoksi pemikiran Islam jika dilihat dari konteks Kasunanan Surakarta pada awal abad ke-20. Sebab para sarjana barat menanggap kraton adalah pusat sinkretisme Jawa. Terlebih waktu itu Jawa dijajah Belanda,” terang Arif. 

Ia melanjutkan, Raden Pengulu Tafsir Anom V adalah pengulu ke-18 yang punya nama asli Raden Muhammad Qomar. Anak ke-6 dari Raden Pengulu Tafsir Anom IV ini lahir pada 11 Rabiul Awal Tahun Jimakir 1786 Jawa (1854 M) yang punya garis leluhur sampai Sultan Trenggana, penguasa terakhir Kasultanan Islam Demak. 

Arif mengakui, ia tidak berhasil menemukan banyak informasi tentang riwayat pendidikan Raden Qomar. Tetapi diperoleh fakta bahwa Muhammad Qomar belajar agama pada sang ayah dan Kiai Mukmin di Kampung Gajahan Solo. Lalu mondon mondok di Pesantren Tegalsari Ponorogo  lalu Pesantren Banjarsari Madiun,  dan Pesantren Kebonsari Madiun.

Berlanjut pada usia 21 tahun nyantri di Semarang pada KH Soleh Darat, ulama terkemuka abad ke-19 di Jawa. Pada umur 23 Qomar pulang dan lantas menjadi penerjemah Raja Solo, lalu menjadi guru agama bagi Sri Susuhunan Pakubuwono IX  dengan cara membacakan kitab tafsir Al-Qur'an, kitab tasawuf Ihya Ulumiddin, kitab Sirajul Mulk dan lain-lain di waktu sela sang raja. 

Selama menjadi pembaca kitab bagi raja, Qomar masih sering ke Semarang untuk mengaji pada Kiai Soleh Darat termasuk ngaji pasanan (mengaji saat bulan puasa). Qomar termasuk murid kesayangan Mbah Soleh Darat, sehingga selalu dikirimi buku karangan sang kiai lewat pos. 

“Tafsir Anom V juga seorang modernis, karena ikut merintis berdirinya Madrasah Manbaul Ulum di Solo. Padahal waktu itu sistem pendidikan Islam hanyalah pondok pesantren yang tidak model kelas-kelasan. Madrasah yang sempat ditentang para ulama Solo itu didirikan untuk mencetak calon-calon pengulu. Resmi berdiri pada 23 Juli 1905,” tutur Arif. 

Tak hanya itu,  tambahnya, Pengulu Tafsir Anom juga  mendirikan Perpustakaan dan Penerbitan kitab agama Islam berbahasa Jawa yang diberi nama Mardikinta. Pengabdiannya yang sangat lama, 49 tahun, membuat pengulu ini menjadi satu-satunya pengulu dan pejabat istana yang diberi gelar tertinggi, yaitu Pangeran Sentana. Serta ketika wafat pada 21 September 1933 ia dimakamkan di kompleks pemakanan raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. 


Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Muhammad Ichwan