Nasional

Pemilih Muda Pegang Kunci Partisipasi Pemilu 2024

Jum, 27 Oktober 2023 | 19:00 WIB

Pemilih Muda Pegang Kunci Partisipasi Pemilu 2024

Diskusi Publik Pojok Kramat "Pemilih Muda pada Pemilu 2024" di Lobi PBNU, Jalan Kramat Raya nomor 164 Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pada Pemilu 2024 yang akan datang, pemilih usia muda, 22-30 tahun dari generasi muda akan mendominasi pemilihan umum. Hal ini mencapai 56 persen dari total pemilih atau sekitar 114 juta orang. Setengah dari mereka akan berada dalam kategori pemilih pemula.


Ketua Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) Hasanuddin Ali mengatakan bahwa pemilih muda memiliki peran kunci dalam meningkatkan partisipasi pemilih secara keseluruhan.


“Seberapa besar pemilih muda ini datang ke TPS akan menentukan seberapa besar tingkat partisipasi pemilih secara keseluruhan,” ujarnya pada Diskusi Publik Pojok Kramat "Pemilih Muda pada Pemilu 2024" di Lobi PBNU, Jalan Kramat Raya nomor 164 Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023).


Dia juga menekankan bahwa anak-anak muda memiliki isu-isu yang menjadi perhatian mereka. Dirinya mencatat ada lima isu yang menjadi perhatian anak muda. Namun, ia mengungkapkan bahwa belum ada kandidat yang serius membahas lima isu tersebut secara mendalam.


“Kelima isu itu yaitu, pertama soal pendidikan, bagaimana menyiapkan grand strategi untuk menyambut Indonesia Emas 2045, bagaimana potensi anak muda kita yang luar biasa besar, akses anak muda kita, kualitas pendidikan kita. Kedua, soal isu iklim, perubahan iklim ini menjadi isu yang sangat menjadi perhatian anak muda, kita juga  belum melihat kandidat baik capres, caleg yang bicara soal perubahan iklim,” ujarnya.


Ketiga, soal tenaga kerja, meliputi kesempatan tenaga kerja, soal kewirausahaan, dan hal lain yang menjadi atensi anak muda. Lalu keempat soal kesenjangan ekonomi antara si miskin dan si kaya yang dari waktu ke waktu selalu menjadi perhatian anak muda. 


“Dan yang terakhir itu adalah soal keagamaan. Jangan salah, jangan dikira anak muda kita ini tidak peduli dengan soal keagamaan, mereka justru sangat perhatian dengan soal-soal keagamaan, bagaimana anak muda ini mendapatkan literasi keagamaan yang baik. Karena selama ini kita tahu literasi keagamaan mereka, mereka dapatkan dari sosial media yang tingkat kesahihannya belum tentu benar,” jelasnya.


“Maka saya kira lima isu ini soal pendidikan, tenaga kerja, ketimpangan kemiskinan, kemudian juga soal perubahan iklim, dan soal keagamaan ini sesuatu yang menjadi perhatian anak muda,” pungkasnya.


Sementara itu, Cania Citta Irlainna, seorang Kreator Konten, menyatakan bahwa media sosial, terutama TikTok, memiliki peran penting dalam mempengaruhi diskursus politik. Ia melihat generasi muda masih memiliki harapan terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.


“Selalu ada harapan, tinggal bagaimana para stakeholder para orang yang punya akses terhadap pembuat kebijakan, termasuk media tinggal bagaimana mengarahkan ini semua ke arah yang tepat,” ujarnya.


Dari sisi lain, Arie Putra, Co-Founder Total Politik, berpendapat bahwa selama masih berbicara anak muda perlu diberikan edukasi politik dan edukasi memilih, maka itu sama saja meragukan kapasitas anak muda dalam menentukan arah politik. Namun, dia juga mengemukakan pertanyaan apakah pemilih muda benar-benar menjadi kelompok yang solid dalam politik, atau apakah konsep pemilih muda ini masih rapuh.


“Menurut saya konsep anak muda dalam politik ini konsep yang rapuh. Ini menjadi pertanyaan apakah sebagai kelompok politik ini benar ada atau sebagai imajinasi,” ujarnya.


Lebih lanjut, ia mengungkapkan keraguannya, apakah anak muda sebagai kelompok politik memiliki daya ikat yang kuat, seperti yang terjadi pada pergerakan sosial dan politik di berbagai negara. Meskipun demikian, Arie melihat harapan dalam peran media komunikasi modern yang memungkinkan persona individu mengalahkan kekuatan kelembagaan dan organisasi.