Nasional

Pemerintah RI Didorong Segera Bentuk Crisis Centre Umrah

Sab, 29 Februari 2020 | 10:09 WIB

Pemerintah RI Didorong Segera Bentuk Crisis Centre Umrah

Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj. (Foto: Beritagar)

Jakarta, NU Online
Sudah beberapa hari ini kebijakan penangguhan pelaksanaan ibadah umrah diberlakukan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai upaya mencegah penyeberan virus corona. Belum ada tanda-tanda yang pasti kapan status itu akan berakhir.

Hal ini mengakibatkan ribuan jemaah umrah dari berbagai daerah di tanah air terpaksa harus mengurungkan niat berangkat ke tanah suci. Sehingga menurut Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj Pemerintah RI perlu segera membentuk Crisis Center Umrah.

Mustolih juga mengatakan, belum lagi jamaah yang punya jadwal pemberangkatan beberapa waktu mendatang. Pada saat yang sama, bulan suci Ramadhan juga sudah makin dekat di mana antusiasme dan minat umat Muslim tanah air menjalankan umrah cukup tinggi sehingga perlu ada langkah-langkah terukur segera dilakukan. 

“Dalam kondisi yang serba belum pasti seperti sekarang, pemerintah sudah saatnya membentuk Crisis Centre (pusat krisis) yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga yakni Kementerian Agama yang bertindak sebagai leading sector, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga organisasi penyelenggara jasa umrah,” jelas Mustolih kepada NU Online, Sabtu (29/2).

Persoalan pembatalan kebarangkatan umrah oleh Arab Saudi saat ini seharusnya tidak hanya didudukkan sebagai persoalan untung rugi bisnis semata, akan tetapi yang lebih diprioritaskan dari itu adalah menyangkut keselamatan jiwa ribuan jemaah umrah dari ancaman virus corona yang mematikan.

“Meski pemerintah sampai hari ini keukeuh menyatakan bebas corona, tetapi tidak ada salahnya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi,” ucap pria yang juga Dosen Hukum Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Oleh karena itu, lanjutnya, pembentukan crisis centre ini sudah sangat urgen sebagai pusat informasi memantau dinamika kebijakan dan perkembangan yang terjadi di negara Arab Saudi, mendata dan menghimpun jamaah umrah yang batal berangkat dari berbagai travel.

Wadah ini juga sebagai pusat penyebaran dan pusat kontak informasi jamaah melakukan pengaduan untuk menghindari serta meminimalisir agar kabar yang diterima tidak simpang siur.

“Fungsi lainnya memfasilitasi jamaah yang ingin membatalkan atau meminta pengembalian biaya (refund) atau pun terkait penjadwalan ulang (reschedule) bila situasinya sudah aman dan kondusif,” beber Mustolih.

Crisis centre ini, menurutnya, juga dapat berfungsi sebagai wadah merumuskan standar operating procedure (SOP) bila ada kondisi darurat untuk memfasilitasi jemaah umrah yang sudah terlanjur terbang ke tanah suci tetapi mengalami persoalan kesehatan maupun kendala-kendala di negara transit. 

“Crisis centre juga bisa menjadi wadah pertukaran data maupun informasi bagi penyelenggara jasa umrah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat merespon berbagai keluhan dan persoalan yang mereka hadapi, termasuk merespon aspirasi jemaah,” terangnya.

Crisis Centre juga diperlukan agar informasi yang disampaikan kepada publik benar dan akurat karena itu hah masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). 
 
“Model crisis centre semacam ini pernah dibentuk oleh pemerintah ketika terjadi gagal berangkatnya ribuan jemaah First Travel beberapa waktu lalu yang melibatkan Kementerian Agama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bareskrim Mabes Polri.  Saat itu cukup membantu dan efektif,” jelasnya.

Prinsipnya, tandas Mustolih, kesiapan menghadapi persoalan dengan cara yang lebih terorganisasi dalam situasi seperti sekarang ini jauh lebih baik agar tidak berpotensi menjadi bom waktu di belakang hari. Pemerintah harus hadir dan sigap dalam segala kondisi.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan