Jakarta, NU Online
Kementerian Pertanian kembali mengumpulkan pelaku usaha impor bawang putih penerima rekomendasi impor tahun 2017 lalu di Aula Ditjen Hortikultura, Pasar Minggu, Jakarta pada Selasa (18/9). Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahwa target swasembada bawang putih tahun 2021 perlu pendampingan intensif dan kerja cerdas untuk mewujudkannya.
Pertemuan tersebut fokus menghadirkan importir yang telah menerima RIPH tahun 2017 tetapi realisasi wajib tanamnya sampai dengan September 2018 masih 0 (nol) persen hingga 25 persen. Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi, meminta para importir yang sisa kewajiban tanam agar segera merealisasikan tanamnya. Bagi pemegang RIPH 2017, diberikan relaksasi waktu paling lambat sampai 31 Desember 2018 harus sudah selesai tanam.
“Jangan dikira Pemerintah tidak memantau perkembangan wajib tanam. Bersama dengan Satgas Pangan dan instansi terkait, kami akan pantau terus realisasi komitmen tanam importir,” ujar Suwandi. Terkait indikasi importir yang mangkir dari kewajiban tanam, Suwandi menegaskan, pada prinsipnya pihaknya akan terus melakukan pendekatan persuasif.
“Sejak awal, kami sudah berupaya mendampingi para importir. Dalam beberapa kesempatan, kami sudah undang dan ajak para importir berdialog. Namun ada saja importir yang tidak mau hadir. Bagi yang sudah 2 kali kami undang tetap tidak mau hadir, kami tidak akan mengundang lagi. Selanjutnya, tunggu saja saatnya nanti importir tersebut pasti akan diundang oleh ‘pihak lain’,” kata Suwandi dengan nada serius tanpa menyebut siapa yang dimaksud pihak lain tersebut.
Pada pertemuan yang dihadiri oleh Dinas Pertanian dari 78 Kabupaten/Kota yang mendapat alokasi APBN 2018, Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih (BPSB) dari 6 Propinsi, penangkar serta penyedia benih tersebut, Suwandi kembali menegaskan tidak ada alasan lagi bagi importir maupun Dinas Pertanian mengeluhkan ketersediaan lahan. Pasalnya, dari hasil pemetaan Balai Sumber Daya lahan Pertanian, terdapat lebih dari 725 ribu hektar potensi lahan tersedia di 51 Kabupaten/Kota, belum termasuk sekitar 38 Kabupaten lain yang sedang diidentifikasi.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto kembali mengingatkan terbatasnya jumlah benih lokal saat ini. Namun demikian, pemerintah telah memberikan solusi dengan merekomendasikan penggunaan benih impor jenis GBL (Great Black Leaf) asal Taiwan yang cukup tersedia dengan harga relatif lebih murah.
“Petugas Dinas dan teman-teman importir saya imbau tidak perlu ragu dengan benih impor Taiwan karena sudah terbukti adaptif, tumbuh dengan baik di beberapa tempat seperti Tegal, Temanggung dan Magelang. Produksinya bisa mencapai 10 ton per hektar dengan umur tanam 143 hari, tidak terlampau jauh dari benih lokal” terangnya meyakinkan. Dalam kondisi seperti saat ini, pihaknya juga tak henti-hentinya mengingatkan semua pihak agar waspada dengan peredaran benih palsu atau oplosan. “Kami minta dukungan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih mengawasi peredaran benih di wilayah masing-masing,” imbuh Prihasto.
Prihasto menjelaskan bahwa pada prinsipnya bawang putih itu kalau memang bisa berumbi di Indonesia, tentunya kalau umbi yang dihasilkan ditanam lagi pasti berumbi, tidak mungkin tidak berumbi. Tinggal tergantung ukuran besar kecilnya umbi. Besar kecilnya umbi sangat tergantung dari teknologi budidaya yang diterapkan seperti: pemupukan yang tepat, pengairan yang teratur dan pemberantasan organisme pengganggu tanaman. (Red-Zunus)