Nasional

Pembelajaran Jarak Jauh Perlu Penyederhanaan Kurikulum

Jum, 17 Juli 2020 | 08:35 WIB

Pembelajaran Jarak Jauh Perlu Penyederhanaan Kurikulum

Ada beban ganda yang dipikul oleh siswa dalam masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring. (Ilustrasi: NU Online)

Jakarta, NU Online

Tak sedikit peserta didik yang terbebani dengan begitu banyaknya materi ajar yang diterimanya. Terlebih mereka harus menanggung tugas yang datang bersamaan. Ada beban ganda yang dipikul oleh siswa dalam masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring ini.


Selama ini, pemerintah baru memberikan edaran agar tidak perlu mencapai kurikulum secara maksimal. Melihat faktanya, Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren KH Fahad A Sadat mengatakan perlunya penyederhanaan kurikulum ini atau kurikulum darurat dalam hal ini.


“Saya sangat setuju ada penyederhanaan kurikulum. Terutama muatannya. Kita membatasi materi ajarnya. Biar anak tidak terbebani tugas,” katanya kepada NU Online pada Jumat (17/7).


Sebab, peserta didik tidak cukup memahami pelajaran hanya dari membaca saja, tetapi juga membutuhkan keterangan dari pengajarnya. “Paham kalau diterangkan kalau sekadar dibaca ada yang tidak paham. Makanya saya setuju ada penyederhanaan materi dalam kurikulum,” ujarnya.


Oleh karena itu, ia meminta kepada seluruh dewan guru di lingkungan Pondok Buntet Pesantren untuk bersikap lebih arif dan lebih menghadirkan hati karena semua pembelajaran daring ini terbatas, tidak ada yang ideal.


Kiai Fahad sendiri mengaku lebih interaktif dengan siswa-siswanya. Ia tidak sekadar memberikan materi kepada para siswa, melainkan juga membuka tanya jawab. Misalnya, guru ekonomi itu memberi contoh tentang materi badan usaha.


Ia memberikan beberapa kisi-kisi, lalu para siswanya mencari materi tersebut. kemudian, ia membuka dialog apa saja yang tidak diketahui oleh siswanya.


Banyak tantangan yang muncul dalam PJJ, tak terkecuali kreativitas para guru yang, menurutnya, sangat perlu ditingkatkan. Pasalnya, PJJ kerap hanya fokus pada ranah kognitif siswa saja, tetapi aspek afektif dan psikomotoriknya terabaikan. Belum lagi sentuhan psikologisnya yang berbeda dengan sua secara langsung.


Perbedaan mata pelajaran juga meniscayakan model yang tidak sama. Ketika pelajaran daring tidak bisa seideal pembelajaran tatap muka, maka pihaknya harus mencari formulanya yang paling tepat mengingat sudah eranya digitalisasi. Kiai Fahad sendiri mengaku pihaknya masih terus mencoba mencari format PJJ yang tepat diterapkan di pesantren.


“Ketika harus mencari cara aspek semuanya terpenuhi. Belum sampai ke ranah situ. Kita masih berharap akan pembelajaran tatap muka,” pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad