Nasional

PBNU: Percuma Pertumbuhan Kalau Tak Ada Pemerataan

NU Online  ·  Sabtu, 12 Juli 2014 | 23:00 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan supaya harta kekayaan jangan berputar hanya diantara segelintir orang kaya saja, tapi harus merata kepada seluruh penduduk. Percuma menggemborkan pertumbuhan ekonomi tanpa ada pemerataan.
<>
“Jangan dikangkangi oleh kapitalis-kapitalis saja. Percuma perkembangan, pertumbuhan ekonomi sekian  persen, 5 persen, 6 persen, 6, 5 persen kalau masih meninggalkan 10 persen atau 13 persen orang miskin,” tegasnya pada peluncuran Induk Koperasi NU Nusa Makmur Syariah Microfinance di gedung PBNU, Jakarta, Sabtu sore (12/7).

Menurut Kiai Said, perputaran harta hanya diantara orang kaya tidak sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran. “Oleh karena itu mari kita bangun ekonomi ini agar pertumbuhan dibarengi pemerataan. Percuma pertumbuhan, kalau tidak dibarengi pemerataan,” tambahnya lagi.

Menurut Kiai Said, Syekh Nawawi Al-Bantani pernah mengatakan, izzud dunya  bil mal wa izzul akhirah bis shalihil amal. “Kalau kita ingin mulia di dunia ya harus kaya, harus menguasai  harta. Kalau tidak, kita jadi penonton terus.”

Sementara, lanjut dia, kalau kita ingin mendapat kemuliaan di akhirat, harus perbanyak  amal saleh. “Nah, dua-duanya kita gabungkan, kita satukan antara izzud dunya dan izzul akhirah, perilaku kita soleh, akhlak kita mulia.“

Empat syarat
Lebih lanjut Kiai Said mengatakan, ada empat syarat dalam mengelola keuangan yaitu profesional dan proporsional atau al-kafaah wa taakhul. “Walaupun anak kiai besar, kalau tidak profesional, bukan ahlinya, jangan diajak. Kalau kamu tak mengerti jangan ikut campur, diam! Kalau ada program dikerjakan oleh yang bukan ahlinya, pasti gagal!” tegasnya.

Kedua, lanjut dia, terbuka dan  transparan. Oleh karena itu program ini harus diaudit independen, yang netral, jernih, bersih, jujur. Syarat ketiga, ta’awun maal akhar, membuka jaringan dengan siapa saja, baik dengan luar negeri, non-muslim tanpa membatasi diri. “Kalau kita berpikiran sempit akan kehilangan banyak momentum,” katanya.

Syarat keempat, bertanggung jawab. Menurut dia, pekerjaan yang dijalankan seseorang pada apa pun posisinya bernilai mulia, baik posisi direktur, bawahan, karyawan, asal dijalankan dengan rasa tanggung jawab. (Abdullah Alawi)