Nasional

Para Teroris Tak Matang Ngaji Kitabnya

NU Online  ·  Kamis, 4 September 2014 | 23:29 WIB

Kudus, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Cabag Istimewa NU (PCINU) Turki Ahmad Faiz Irsyad mengatakan, para pelaku terorisme sesungguhnya belum matang sari ilmu agamanya. Mereka belajar secara sepotong-sepotong sehingga terjadi pendangkalan dalam pemahaman agama.
<>
“Belum khatam ngajinya. Ibaratnya, orang baru saja membaca bab tentang ghadlab (marah), tapi langsung ditutup saja kitabnya. Akhirnya hanya tahu tentang kemarahan. Dia lupa baca bab tentang perdamaian, bab tentang tawadhu, bab tentang maaf, bab-bab kelembutan Islam, dia lupa membacanya,” kata Faiz dalam forum diskusi di Universitas Muria Kudus, Rabu (3/9).

Istilah radikalisme agama yang kerap diidentikkan dengan kekerasan menurutnya juga salah kaprah. “Mestinya, orang yang radikal adalah orang yang mengerti sebuah permasalahan sampai ke akar-akarnya atau orang yang memahami sesuatu permasalahan secara mendalam dan memegang prinsip dengan teguh pendirian,” paparnya.

Namun baik-buruknya suatu maksud, juga tergantung pada bagaimana cara pelaksanaannya. Istilah radikalisme, menurut Faiz, menjadi negatif akibat cara pelaksanaannya yang tidak benar.

“Radikalisme menyimpan makna positif, yakni tajdid atau pembaharuan dan ishlah atau perbaikan. Radikalisme merupakan suatu spirit menuju kebaikan. Maka sebenarnya tergantung bagaimana cara eksekusinya, yakni dengan kekerasan ataukah dengan kelembutan dan kearifan,” ungkap Faiz yang selama S1 dan S2-nya masing-masing di Syiria dan Libya.

Eksekusi dengan cara kekerasan yang dimaksud adalah dengan tindak terorisme. Sementara cara kelembutan yakni dengan mauidlah hasanah atau nasihat yang lembut, dan kearifan dengan cara metode uswah atau memberi teladan.

“Ketika Rosulullah berkata dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, mengajak kita yang beriman dan percaya hari akhir untuk menghormati tetangga, beliau tidak pilih-pilih apakah hanya tetangga muslim atau yang kafir. Maka kita juga harus menghormati semua tetangga termasuk yang non-muslim,” terang Faiz yang juga mengajar di Selcuk University, Turki.

Nusantara yang diperintah dengan sistem demokrasi, dikatakan tidak layak jika rakyatnya memberontak. “Ketika Nabi Musa dan Harun menghadapi Raja Fir’aun yang keras kepala, mengaku Tuhan, serta telah membunuh ribuan rakyat pun, Allah masih menyeru agar mereka hadapi dengan cara yang baik dan lemah lembut. Apa lagi kita, Indonesia tentu tidak lebih buruk ketimbang Fir’aun sehingga layak menggunakan cara kekerasan,” papar Faiz di hari terakhirnya di Kudus sebelum kembali ke Turki.

Diskusi itu bertajuk “Menangkal Gerakan Radikal di Kudus”, diselenggarakan oleh Lembaga Informasi dan Komunikasi Universitas Muria Kudus divisi Hubungan Masyarakat. Hadir pula Iptu Rahmawaty Tumolo, Kasat Binmas Polres Kudus, serta Dr. Suparnyo, Rektor baru UMK. (Istahiyyah/Mahbib)