Nasional

Pahami Esensi Ajaran Agama, Menag Ingatkan Pentingnya Kajian Manuskrip

NU Online  ·  Sabtu, 7 April 2018 | 23:30 WIB

Pahami Esensi Ajaran Agama, Menag Ingatkan Pentingnya Kajian Manuskrip

Suasana Kajian Manuskrip di INC

Jakarta, NU Online
Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan betapa pentingnya mengkaji manuskrip atau teks-teks keagamaan untuk mengetahui esensi dari ajaran agama. Namun menurutnya tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mampu memahami teks tersebut agar tidak terjerumus pada salah satu kutub ekstrim.

Menurutnya jika seseorang tidak menggunakan cara yang baik dalam memahami teks-teks yang ada, maka dapat masuk pada dua kutub ekstrim yakni ekstrim konservatisme dan liberalisme. Ekstrim konservatisme lanjutnya adalah pemikiran yang terlalu mendewakan teks serta sama sekali mengabaikan nalar. Sedangkan liberalisme adalah terlalu mengunggulkan akal pikiran sehingga menyampingkan teks.

“Dua kutub ekstrim ini adalah tradisi kita. Bagaimana kita mengaplikasikannya secara utuh untuk memahami esensi ajaran agama itu sendiri yang sebenarnya antara satu dan yang lainnya saling melengkapi. Namun faktanya dari dua pendekatan tersebut ada yang lebih condong pada salah satunya, sehingga yang timbul adalah rasa paling benar sendiri,” jelas Menag pada Kajian Islam Nusantara Center (INC) yang digelar di Rumah Dinas Menteri Agama Republik Indonesia di kawasan Widya Candra III, Jakarta Selatan, Sabtu (7/4).

Sementara itu Direktur INC Ahmad Ginanjar Sya'ban mengungkapkan bahwa kajian mengenai manuskrip semakin menemui titik cerahnya dari tahun ke tahun. Setelah sebelumnya para generasi muda hanya menganggap manuskrip sebatas sebagai ‘jimat’, kini mereka menyadari akan pentingnya sebuah manuskrip. Selain sebagai sumber sejarah tertulis manuskrip juga merupakan pijakan identitas sumber ilmu pengetahuan yang telah dirancang oleh para pendahulu.

Menurutnya, untuk dapat meraih kebangkitan Islam perlu mengembalikan akar tradisi yang pernah ada yang bersumber pada manuskrip-manuskrip.

“Seorang tokoh pionir kebangkitan Arab modern, Syaikh Rifa’ah Badawi Rafi’ al Tahtawi dalam upaya menggelorakan kebangkitan pemikiran Arab Islam modern, berkaca pada kebangkitan pemikiran Eropa pada masa Renaissance,” kata Direktur INC itu memberikan contoh.

Mengutip pernyataan Tahtawi ini, lanjutnya, dalam proyek nahdhoh (kebangkitan) nya, Tahtawi memulai proyek tersebut dengan menyambungkannya pada akar tradisi dengan pondasi pemikiran berupa warisan kitab-kitab yang telah dikarang oleh para cendekiawan ulama Arab Klasik.

Proyek awal dari Tahtawi ini berupa mentahkik kitab-kitab Ummahatul Kutub, dengan mengkaji secara fisiologis kitab-kitab ulama Islam yang kemudian dicetak ulang dan ditanamkan kesadaran bahwa inilah pondasi peradaban, akar kebudayaan, dan sebuah identitas, sehingga proyek pembaharuan tersebut memiliki akar.

“Di Indonesia, saya sangat optimis bahwa proyek kebangkitan Islam di Nusantara akan menemukan momentumnya ketika mulai menyadarkan diri untuk kembali terhadap akar tradisinya yang bersumber pada manuskrip-manuskrip,” ujar Ginanjar.

Selain itu, Oman Fathurahman selaku Guru Besar Filologi UIN Jakarta yang hadir pada kesempatan tersebut juga menegaskan bahwa merawat manuskrip adalah termasuk dalam upaya merawat keragaman.

“Agama adalah bagian dari peradaban. Saya ingin menegaskan bahwa dengan merawat manuskrip, yang tentunya tidak hanya manuskrip agama Islam saja tetapi juga manuskrip keagamaan lainnya, maka sesungguhnya kita sedang merawat keragaman,” tandasnya. (Nuri Farikhatin/Muhammad Faizin)