Nasional

Nur Rofiah: Muslimat NU Punya Spirit Kuat Memanusiakan Perempuan Seutuhnya

Ahad, 28 Maret 2021 | 07:45 WIB

Nur Rofiah: Muslimat NU Punya Spirit Kuat Memanusiakan Perempuan Seutuhnya

Dr Nur Rofiah. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Pengamat isu-isu perempuan, Nur Rofiah percaya sebagai organisasi perempuan muslim, Muslimat NU punya spirit kuat untuk memanusiakan perempuan seutuhnya sebagaimana spirit sejarah kehadiran Islam.


Muslimat NU yang kini berusia 75 tahun merupakan salah satu sayap perempuan Nahdlatul Ulama. Sebagaimana organisasi induknya, ia kuat berakar pada keluhuran tradisi, baik tradisi keilmuan ulama dari masa ke masa, maupun tradisi keindonesiaan.


"Muslimat NU penting menjaga tradisi-tradisi ini dengan baik agar tidak mudah terbawa arus modernitas, namun juga penting untuk kritis dalam melihat tradisi dan modernitas mengingat cara pandang yang menguatkan maupun melemahkan perempuan sama-sama bisa dijumpai pada keduanya," tutur Nur Rofiah, Sabtu (27/3).


Dosen tetap pada Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) Jakarta itu menceritakan sejarah awal berdirinya Muslimat NU. Keprihatinan atas akses pendidikan formal yang terbatas pada bangsa Indonesia kala itu semakin terbatas pada perempuan. Pengurus Muslimat kala itu bergerilya dari kampung ke kampung untuk mengajarkan perempuan-perempuan NU bisa membaca.


Dukungan para tokoh NU pada pendirian berdirinya Muslimat NU menunjukkan pengakuan mereka akan pentingnya perempuan-perempuan NU untuk cerdas dan berperan aktif di ruang publik secara positif. 


"Semangat keislaman NU yang mendorong perempuan aktif amar ma'ruf nahi munkar di ruang publik ini menurut saya sangat penting karena banyak ormas Muslim justru punya semangat sebaliknya untuk merumahkan perempuan," ujar Nur Rofiah.


Menurut doktor bidang Tafsir Al-Qur'an ini, Islam menegaskan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan sama-sama mengamban amanah sebagai khalifah fil ardh sehingga keduanya mesti kerjasama untuk mewujudkan kemaslahatan sekaligus menikmatinya dan  mencegah keburukan sekaligus dilindungi darinya, baik di rumah maupun di masyarakat, negara, bahkan dunia.


Penulis buku Nalar Kritis Muslimah itu sadar bahwa tradisi yang melemahkan perempuan kerap mewarnai tafsir keislaman. NU telah mengingatkan pentingnya mewaspadai budaya seperti ini melalui keputusan fenomenal di Munas Alim Ulama di NTB pada 20 Desember 1997 silam tentang Kedudukan Perempuan dalam Islam (makanatul mar'ah fil Islam).


"Perempuan NU, baik sebagai individu maupun ormas seperti Muslimat NU, penting untuk menjadikan keputusan ini sebagai landasan untuk berproses menjadi sebaik-baik manusia dengan bermanfaat seluasnya di muka bumi sesuai kemampuan masing-masing," tegasnya.


Menurut alumni Universitas Ankara Turki ini, sangat penting meyakini cita-cita Islam untuk mendudukkan laki-laki dan perempuan sebagai "subjek penuh" pada sistem kehidupan karena ia menjadi syarat relasi keduanya yang saling menghormati tanpa merendahkan salah satu pihak.


Perempuan sebagai "subjek penuh" juga berarti bahwa kemaslahatan mesti mempertimbangkan pengalaman kemanusiaan khas perempuan. Pertama, pengalaman biologis utamanya menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui yang sudah mengandung rasa sakit (adza), payah (kurhan), bahkan payah dan sakit berlipat (wahnan ala wahnin). Kemaslahatan Islam semestinya dipastikan tidak menambah sakit semua pengalaman ini.


Kedua, pengalaman sosial khas perempuan yaitu kerentanannya mengalami stigmatisasi, subordinasi, marjinalisasi, kekerasan, dan beban ganda hanya karena menjadi perempuan. Lima pengalaman sosial ini tentu  saja tidak adil sehingga kemaslahatan Islam mesti dipastikan tidak mengandung kerentanan ini sama sekali.


"Harapan saya Muslimat NU di usianya yang semakin matang akan berperan penting dalam ikhtiar menggerakkan kesadaran kemanusiaan penuh perempuan, menjadi pionir dalam mengintegrasikan pengalaman khas perempuan dalam konsep kemaslahatan Islam, kebijakan negara, dan kearifan sosial agar sistem kehidupan bisa menjadi rahmat bagi semesta termasuk bagi perempuan," tandas Nur Rofiah.


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad