Nasional

NU Luar Negeri Harus Tampilkan Islam Damai di Berbagai Negara

Sen, 15 Februari 2021 | 11:15 WIB

NU Luar Negeri Harus Tampilkan Islam Damai di Berbagai Negara

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas. (Foto: Dok. Pribadi)

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas berpesan kepada warga NU dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU yang ada di berbagai negara, agar menampilkan Islam sebagaimana yang ditampilkan dan dibawa Rasulullah SAW.


“PCINU dan seluruh warga NU di mana pun, harus menampilkan Islam sebagaimana tampilan Islam yang dibawa Rasulullah, yaitu Islam yang damai dan ramah,” ungkapnya dalam Diskusi Virtual bertajuk Mengenal Islam dari Tiga Kawasan Dunia yang digelar PCINU Pakistan, di 164 Channel-Nahdlatul Ulama, pada Ahad (14/2) malam.


Selain itu, ia juga berpesan kepada seluruh Nahdliyin di luar negeri untuk terus menjalin hubungan baik dengan kedutaan besar, seluruh Warga Negara Indonesia (WNI), dan penduduk lokal yang ada di negara setempat.


“Untuk teman-teman semua jalin hubungan baik dengan bukan saja dari kedutaan besar, tapi seluruh warga negara Indonesia yang ada di sana dan juga penduduk lokal di sana,” tuturnya.


Pesan yang disampaikan itu bukan tanpa alasan karena di beberapa negara menurutnya masih terdapat Islamophobia. Hal tersebut karena Islam kerap ditampilkan dengan darah, pedang, senjata, dan tidak ditampilkan sebagai agama peradaban.


“Itulah salah satu di antara penyebab utama Islam menjadi ditakutkan oleh sebagian orang. Dampaknya, umat Islam di daerah tertentu akan mengalami diskriminasi,” jelasnya.


Karena itu, ia menegaskan bahwa Islam tidak boleh radikal dan liberal. Islam tidak bisa dilepaskan dari teks dan ditafsirkan sekehendak hati dan akalnya sendiri. Dalam menafsirkan teks suci, jangan sampai dilepaskan dari konteks asbabun nuzul, jika itu Al-Quran, dan asbabul wurud, jika itu hadits.


Dalam mengambil berbagai simpulan, lanjutnya, harus menggunakan ijma dan qiyas. Sebab jika Islam dilepaskan dari konteks dan teksnya lalu ditafsirkan sesuai dengan kehendak otak sendiri, maka terdapat ancaman serius dari Rasulullah.


“Siapa yang menafsirkan Al-Quran sekehendak pikirannya maka saya persilakan kelak di akhirat menduduki kursi yang terbuat dari api neraka,” jelas Robikin memaknai sebuah hadits Nabi yang disampaikannya.


“Begitu juga tidak boleh radikal. Islam tidak boleh dilepaskan dari teks dan konteksnya. Jadi jika ada orang hafal Quran dan rajin shalat malam, tapi membenarkan tindakan teror, maka itu bukan ajaran Islam,” lanjutnya.


Di samping itu, ia menyampaikan misi NU yang didirikan sejak tahun 1926 lalu yaitu mengamalkan, mengajarkan, menyebarluaskan Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Sebuah konsep Islam yang diteladankan Rasulullah.


“Islam yang tidak melulu identik dengan pedang dan darah. Islam itu tidak melulu mengenai akidah dan syariah. Tapi Islam juga tentang hadharah dan tsaqafah. Islam juga tentang pengetahuan dan teknologi. Islam juga tentang peradaban. Islam yang seperti itulah, yang oleh Al-Quran disebut wa kadzalika jaalnakum ummatan wasathan,” ungkapnya.


Dijelaskan oleh H Robikin, umat Islam diperintah Allah untuk menciptakan peradaban kemanusiaan yang moderat. Dalam beragama, tidak boleh ekstrem apalagi teror dan itu tidak dibenarkan atau bukan yang diajarkan Islam. “Kita diperintah untuk membentuk kehidupan yang moderat, modern, toleran,” tegasnya.


Dubes RI untuk Pakistan apresiasi kiprah NU


Menurut Duta Besar RI untuk Republik Islam Pakistan Adam Mulawarman Tugio, NU telah memberikan landasan kuat bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Saat ini, bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), NU sudah berperan aktif menyebarluaskan Islam damai dan moderat kepada dunia.


“Kami juga menyampaikan terima kasih karena NU juga tidak sekali membantu Kemenlu untuk melepaskan atau membebaskan WNI di Timur Tengah dari ancaman hukuman mati. Jadi ini merupakan kiprah konkret yang dilakukan oleh para Nahdliyin,” tutur Adam.


“Saya percaya, mereka (Nahdliyin) selalu langsung bergerak dalam kegiatan nyata untuk mendarmabaktikan apa yang bisa dilakukan untuk membantu negara dan masyarakat Indonesia, seperti halnya yang dicita-citakan para pendiri NU,” lanjutnya.


Dalam acara tersebut, Adam mengaku memiliki salah satu buku karya Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengenai konsep negara Islam. Ia juga punya buku tersebut dalam versi bahasa Inggris. Menurut Adam, buku-buku seperti itu juga penting untuk disebarluaskan di perpustakaan NU di seluruh dunia.


“Karena itu penting untuk memberikan pemahaman lebih baik tentang Islam,” pungkasnya.


Diskusi virtual ini menghadirkan tiga pembicara dari PCINU di tiga negara yang berbeda yakni Wakil Rais Syuriyah PCINU Tiongkok Ahmad Syaifuddin Zuhri, perwakilan dari PCINU Belanda Zaimatus Sa’diyah, dan Ketua PCINU Mesir 2018-2020 M Nora Burhanuddin.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin