Nasional

Nahdliyin di Kawasan Ini Selenggarakan Istighosah untuk Kedaulatan Tanah

NU Online  ·  Jumat, 11 Mei 2018 | 11:30 WIB

Sumenep, NU Online
Ribuan nahdliyin hadiri acara istighosah kubro dalam rangka menjaga kedaulatan tanah demi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Kegiatan merupakan hasil kerja sama Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama atau MWC NU se-Timur Daya Sumenep, Jawa Timur yang dipusatkan di Kecamatan Batang-batang, Jumat (11/5).

Setidaknya ada empat MWC atau kecamatan yang terlibat dalam kegiatan ini, yaitu Batuputih, Gapura, Batang-batang dan Dungkek. Para warga NU di daerah ini atusias mengikuti acara sebagai ikhtiar menyelamatkan tanah dari serbuan para investor.

“Menjaga kedaulatan tanah merupakan kewajiban warga NU dari berbagai pihak yang ingin menguasainya,” kata KH Kamalil Irsyad saat memberikan sambutan. Upaya sejumlah kalangan yang memanfaatkan lahan dengan alasan investasi dan pariwisata jangan pernah mengabaikan aspek lingkungan serta masyarakat, lanjutnya. 

Di hadapan hadirin yang memadati lokasi istighosah, kiai ini berharap masyarakat dan pemerintah harus bisa duduk bersama membicarakan hal ini. "Perlu adanya sinkronisasi antara pemerintah dengan masyarakat," tegasnya mewakili MWC NU se-Timur Daya Sumenep.

Dalam pandangan Kiai Kamalil Irsyad, masalah agraria sudah menjadi persoalan di kalangan warga NU Sumenep khususnya wilayah Timur Daya ini. “Tanah juga mempunyai fungsi sebagai sarana menjaga nilai sosial dan relegius,” tambahnya.

Bahkan pada kegiatan ini dilakukan pembacaan deklarasi yang dipimpin Muhri Zen terkait persoalan agraria, serta pembangunan wisata yang akan berdampak pada pola sosial masyarakat.

Dan dengan pembacaan deklarasi tersebut, NU dan warga setempat menolak pembangunan wisata baru. Khususnya investor yang memilih lokasi Batang-batang Laok, karena bukan termasuk kawasan wisata.

Kegiatan juga dihadiri sejumlah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sumenep, termasuk kiai kharismatik yakni KH Thoifur Ali Wafa dan MWCNU se-Timur Daya, seluruh Banom NU, serta masyarakat setempat. (Mahrus/Ibnu Nawawi)