Nasional

Mustasyar PBNU: Teroris Gagal Paham tentang Agama

NU Online  ·  Senin, 21 Mei 2018 | 00:30 WIB

Cirebon, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Adib Rofiuddin mengatakan bahwa pembangunan mental spiritual adalah hal yang mesti dilakukan pertama dalam Islam. Hal ini guna meningkatkan akhlak dan amaliah.
 
"Pembangunan pertama adalah pembangunan mental spiritual untuk meningkatkan akhlak dan amaliah," katanya saat menerima kunjungan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di kediamannya di Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (20/5).

Lebih lanjut, Kiai Adib menyebut bahwa pesantren antikekerasan mengingat Nabi mengajarkan kedamaian, ketenangan, ketenteraman, dan kesejahteraan. Adanya terorisme dan kekerasan yang terjadi baru-baru ini, menurutnya, karena kurangnya pembangunan pada mental spiritualnya.

"Terorisme dan kekerasan karena pembangunan mentalnya kurang," tegasnya.

Bahkan, Kiai Adib mengatakan para pelaku teror itu gagal paham terhadap agama. "Mereka gagal paham tentang masalah agama," katanya.

Ia berharap Indonesia menjadi bangsa yang baik dan sejuk. Semua faktor kekerasan, lanjutnya, dapat diatasi dan mereka, para teroris, bisa sadar dan insaf. Puncaknya, agar Indonesia menjadi baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.

Selain mental spiritual, lainnya adalah pembangunan lahiriah atau fisik. Hal ini juga, menurutnya, sangat penting guna kemajuan bangsa. Misalnya, pembangunan infratruktur adalah sangat dibutuhkan demi kelancaran belajar.

Jika hal itu tidak terpenuhi, menurutnya, para santri akan kesulitan untuk menempuh studinya sebab ada hambatan yang harus mereka lalui. "Pembangunan secara fisik lahiriah itu juga sangat dibutuhkan, seperti infrastruktur," ujarnya.

Sementara itu, Budi Karya Sumadi menyampaikan bahwa ia bakal merekrut para santri untuk menjadi tenaga transportasi, seperti pilot dan nakhoda. Ia melihat penanaman karakter para santri oleh para kiai yang teduh menariknya melakukan hal tersebut.

Selain itu, kunjungannya ke Buntet Pesantren dalam rangka mewujudkan keinginan belajar. Sebab, ia mengaku mendengar Buntet Pesantren memiliki kiai sederhana dengan santri yang banyak.

"Pengen belajar dari kiai karena membuat satu tempat itu bermakna dan berguna bagi masyarakat," ujarnya. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)