Nasional

Muslimat NU Identifikasi Sejumlah Akar Masalah Kekerasan Seksual Anak

Sen, 7 Mei 2018 | 00:20 WIB

Jakarta, NU Online
Tidak bisa dipungkiri, perkembangan zaman diiringi kemajuan pesat teknologi mengakibatkan perubahan sosial yang begitu cepat pula. Kehidupan sosial di tengah masyarakat berubah secara signifikan, termasuk dunia kehidupan anak-anak.

Salah seorang Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susianah Affandy mengungkapkan poin awal tersebut ketika memberikan materi tentang Tren Kekerasan Seksual Anak di Indonesia dalam Bahtsul Masail Peran Keluarga dalam Pencegahan Kekerasan Seksual Anak yang digelar Pimpinan Pusat Muslimat NU pekan lalu di Kalibata, Jakarta Selatan.

Susianah mengungkapkan kehidupan zaman sebelum era milenium 2000. Kehidupan sosial anak begitu dekat dengan masyarakat yang rukun, ramah, dan gotong royong. Karakter masyarakat tersebut membuat kehidupan anak terlindungi.

“Orang tua juga mempunyai waktu luang dalam keluaraga sehingga anak-anak mendapat perhatian orang tua,” jelas Susianah.

Pengurus PP Muslimat NU Bidang Hukum, Advokasi, dan Litbang ini menerangkan, kehidupan anak zaman dahulu tidak lepas dari ngaji (menuntut ilmu agama), baik siang maupun sore hari, bahkan kadang hingga menjelang waktu shalat Isya.

“Mereka juga mewarisi lahan pertanian, bercocok tanam, beternak, nelayan, berdagang, dan hidup guyub (kebersamaan),” tuturnya di hadapan sekita 400 guru PAUD dan anggota Muslimat NU se-Jabodetabek.

Kehidupan-kehidupan semacam itu yang saat ini jarang terlihat, terutama setelah fenomena gadget makin merambah kehidupan anak-anak. Susianah mengidentifikasi, fenomena perkembangan teknologi ini yang juga menjauhkan orang tua dari kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup masa lalu.

Menurutnya, perkembangan teknologi yang semakin pesat ditambah makin jauhnya nilai-nilai kehidupan yang ramah dan rukun, membuat orang-orang dewasa makin kehilangan akal sehatnya. “Sebab, kekerasan seksual anak terjadi karena perilaku amoral orang dewasa kepada anak-anak,” ucap Susianah.

Ia mengungkapkan, saat ini anak-anak tidak hanya rawan terhadap kekerasan seksual, eksploitasi, dan jual beli anak, tetapi mereka juga rentan terhadap perilaku-perilaku negatif sebab penggunaan teknologi tanpa kontrol dan makin krisisnya usaha belajar agama.

“Saat ini saja, terdapat 8.470 anak yang berhadapan dengan hukum, sebanyak 1.499 anak yang mengalami trafficking dan eksploitasi, serta 2.068 anak tersangkut kejahatan siber,” ungkap Susianah.

Bahtsul Masail ini juga dihadiri narasumber Hj Romlah Hidayati yang membahas persoalan kekerasan seksual dalam perspektif Islam dan Hj Mursyidah Thahir yang membahas tentang membangun ketahanan keluarga dari bahaya perilaku menyimpang LGBT.

Sebelum menyelenggarakan Bahtsul Masail, Muslimat NU melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan dengan menghadirkan Wakil Ketua MPR RI Mahyuddin. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Periodik PP Muslimat NU Nyai Hj Nurhayati Said Aqil Siroj memberikan sambutan di awal acara. (Fathoni)