Nasional

Mobilitas dan Panggung Politik Santri Semakin Kuat

NU Online  ·  Kamis, 27 September 2018 | 18:00 WIB

Mobilitas dan Panggung Politik Santri Semakin Kuat

Halaqoh BEM Pesantren se-Indonesia

Yogyakarta, NU Online
Halaqoh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pesantren se-Indonesia menyelenggarakan Muktamar III dan Seminar Nasional dengan tema Mengukuhkan Integritas Mahasiswa Santri Menyambut Tahun Demokrasi. Pada Muktamar ini Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEBI) Al-Muhsin Yogyakarta menjadi tuan rumahnya.

Ahmad Muslikul Umam, selaku ketua panitia, menyampaikan bahwa muktamar ini merupakan agenda tahunan untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban dan pemilihan ketua baru Halaqoh BEM Pesantren se-Indonesia.

Presidium Nasional Halaqoh BEM Pesantren se-Indonesia ini berharap mahasiswa santri menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah diajarkan di pesantren. "Berintegritas bukan berarti apolitis, tetapi tetap berpolitik dengan cara yang ramah, santun dan menghindari praktik politik praktis yang kontraproduktif," jelasnya. 

Ketua STEBI Al-Muhsin, HM Anis Mashduqi, menyampaikan bahwa mobilitas dan panggung politik santri sudah dimulai sejak fase prakemerdekaan. "Kaum santri menjadi pejuang kemerdekaan dan turut kemudian mengisi kemerdekaan," kata Anis.

Anis menambahkan, pada era reformasi dan demokrasi sekarang ini mobilitas dan panggung santri dalam dunia politik harus berlanjut dan semakin kuat. Mulai dari jabatan presiden, menteri, tidak lepas dari peran santri, momentum lima tahunan Pilgub dan Pileg juga tidak lepas dari kontestasi kader-kader santri untuk menempati posisi governing elite.

Pembicara kunci pada acara tersebut, Marwan menegaskan pentingnya membangun dan menjaga integritas dalam politik dan pemerintahan. "Bersih keluar, juga bersih di dalam, tidak korupsi keluar, juga tidak korupsi di dalam," tegasnya.

Korupsi massal seperti terjadi di Malang dan Sumatera Utara, katanya, adalah bukti hilangnya integritas elit politik dan pejabat kita.

Muhammad Mustafied, narasumber lainnya menyampaikan bahwa integritas mahasiswa yang sudah teruji di level personal harus diterjemahkan dalam konteks etika publik.

"Momentum tahun politik 2019 akan diwarnai oleh politik identitas yang membahayakan integrasi sosial dan kebangsaan. Oleh karena itu, tugas mahasiswa santri mentransformasikan amenghadirkan wacana politik kemaslahatan yang berbasis pada hak-hak dasar rakyat. Di sinilah pentingnya mahasiswa santri menghadirkan etika politik," urainya.

Sementara itu, Aguk Irawan, salah seorang narasumber, menegaskan bahwa hadirnya fenomena politik identitas bisa membahayakan bagi solidaritas masyarakat, apalagi medsos juga turut menciptakan kegaduhan.

"Maka mahasiswa santri  harus membawa narasi besar untuk kemaslahatan umat dan bangsa. Selain itu, mahasiswa-santri harus punya integritas pada nilai-nilai luhur dalam berbangsa, termasuk bijak dalam bermedsos," kata Aguk. 

Ketua PBNU, H Imam Aziz memberi nasihat para mahasiswa santri supaya mejadi garda terdepan menggerakkan ekonomi kreatif. "Indonesia memiliki potensi besar untuk dikelola oleh para mahasiswa santri," ujarnya.
 
Muktamar dan smeinar ini dihadiri oleh sekitar 220 peserta perwakilan sekolah tinggi berbasis pesantren se-Indonesia. Agenda tahunan yang dimulai pada hari Kamis (27/9) akan berakhir pada hari Sabtu (29/9). Muktamar juga menentukan figur ketua Halaqoh BEM Pesantren se-Indonsia baru untuk periode 2018-2019. (Niam Ahmad Khoirun/Kendi Setiawan)