Nasional

Mengintip Pelaksanaan Haji 'Sultan' dan 'Hi-Tech' di Arab Saudi

Sel, 20 Juli 2021 | 02:00 WIB

Mengintip Pelaksanaan Haji 'Sultan' dan 'Hi-Tech' di Arab Saudi

Jamaah Haji sedang melaksanakan Thawaf di Masjidil Haram. (Foto: Reuters)

Jakarta, NU Online

Tahun 2021 menjadi tahun kedua pelaksanaan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19. Untuk menjaga jiwa dan memutus rantai penyebaran Covid-19, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi kembali menerapkan kebijakan haji terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan ketat selama pelaksanaan haji. Jika tahun 2020, jamaah haji hanya dibatasi sampai dengan kisaran 10.000 jamaah, pada tahun ini, 60.000 jamaah bisa menjalankan ibadah haji yang dalam kondisi normal bisa diikuti 2,5 juta jamaah dari berbagai penjuru dunia.


Ibadah haji tahun ini juga hanya diperuntukkan bagi warga negara Arab Saudi dan warga negara Asing (ekspatriat) yang sudah tinggal di Arab Saudi melalui pendaftaran secara online. Ada lebih dari setengah juta pendaftar yang berkeinginan untuk bisa berhaji pada tahun ini. Namun pemerintah Arab Saudi hanya memilih 60.000 orang dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan mulai dari umur sampai dengan persyaratan kondisi kesehatan. Di antara syarat yang menonjol adalah calon jamaah harus sudah melakukan vaksinasi lengkap, belum pernah melaksanakan ibadah haji, dan berumur antara 18-65 tahun serta tidak memiliki penyakit kronis.

 

 

Jika tahun 2020, para jamaah berhaji dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah Arab Saudi alias gratis, pada tahun 2021 ini, jamaah harus mengeluarkan biaya yang cukup besar sesuai dengan paket yang ditawarkan oleh otoritas haji. Paket yang ditawarkan mulai dari yang terkecil 50 juta sampai dengan kelas VIP dengan biaya 70 juta rupiah. Hal ini tentu sebanding dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan, apalagi penerapan protokol kesehatan yang membutuhkan banyak sarana pendukung.


Dubes Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel menyebut haji tahun ini sebagai Haji Sultan (dengan biaya tinggi) dan Haji Hi-Tech (menggunakan teknologi canggih). Bagaimana tidak, selain jamaah haji harus merogoh kantong dalam-dalam, haji tahun ini difasilitasi dengan berbagai fasilitas yang memanfaatkan kecanggihan perkembangan teknologi. Di antara yang paling menonjol adalah dibekalinya para jamaah dengan smart card (kartu pintar) dan smart bracelet (gelang pintar) yang memudahkan jamaah untuk mendapatkan fasilitas yang diberikan.

 


Kartu dan gelang pintar tersebut juga memuat data-data administrasi jamaah dan mampu menjadi semacam Global Positioning System (GPS) yang bisa melacak keberadaan jamaah. Hal ini penting, karena jamaah harus dipastikan menerapkan physical distancing (jaga jarak) dan tidak boleh membuat kerumunan. Keberadaan jamaah dikontrol di pusat pengontrolan terpusat sekaligus memastikan tidak ada jamaah yang tanpa izin masuk dalam rombongan jamaah haji serta memasuki situs-situs haji.


Memastikan tidak ada ‘penyusup’ yang mencoba masuk ke situs suci untuk berhaji, Pemerintah Arab Saudi pun telah mengerahkan petugas keamanan yang tersebar di berbagai pintu-pintu masuk Kota Makkah. Selain itu, pasukan yang diberi nama Mujahidin juga terus memantau jalur-jalur 'tikus' seperti di pegunungan, yang memiliki potensi digunakan oleh para penyusup untuk masuk. Mereka dibekali dengan kamera pengawas untuk melakukan pemantauan. Jika ditemukan ‘penyusup’ maka akan segera ditangkap dan diproses serta diberi denda. Berdasarkan ketentuan, para penyusup akan didenda dengan uang sampai dengan 38 juta rupiah.

 

 

Di pintu-pintu masuk situs haji juga dipasang kamera pengawas sekaligus dilengkapi dengan kamera berteknologi canggih yang mampu mendeteksi suhu badan orang yang melewatinya. Kecanggihan lain yang menjadi fasilitas para jamaah haji adalah beroperasinya robot yang bertugas mendistribusikan air minum bagi para jamaah haji di Masjidil Haram. Robot ini beroperasi di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan bertujuan untuk mengurangi kontak fisik antar jamaah di dalam masjid.


Rangkaian Haji 2021
Setelah ditentukan 60.000 jamaah yang beruntung menjalankan rukun Islam kelima ini, mereka mulai memasuki Kota Suci Makkah pada Sabtu (17/7).  Mereka masuk Kota Makkah melalui empat jalur yang ditentukan khusus untuk mencegah penyebaran Covid-19. Jalur itu adalah Al Taneem, Al Sharai Kor Checkpoint, dan Al Shumaisi. Bagi jamaah yang berasal dari dalam Kota Makkah, mereka akan dibawa ke pintu masuk terdekat yang kemudian akan bersama-sama jamaah lain untuk melakukan pengondisian jamaah.


Mulai dari pintu masuk, jamaah sudah harus menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mengecek suhu badan. Jamaah juga diimbau untuk senantiasa membekali diri dengan alat pelindung diri (APD) seperti masker, tissu, handsanitizer, dan sajadah pribadi. Pada tahun ini, jamaah haji tidak menginap di hotel, namun menginap di tenda di Mina dengan diberikan fasilitas yang mencukupi.


Untuk melaksanakan ibadah di Masjidil Haram, para jamaah menggunakan moda transportasi bus khusus  yang memuat kapasitas 50 persen dari kapasitas normal. Hanya 20 orang yang ada di setiap bus dan dikawal satu mobil keamanan untuk setiap dua busnya. Sesampai di Masjidil Haram untuk melaksanakan Thawaf Qudum (ibadah sebagai simbol memasuki Kota Makkah), para jamaah kembali mendapatkan pemeriksaan untuk diizinkan masuk Masjidil Haram. Pintu masuk dan keluar jamaah juga sudah ditentukan agar tidak terjadi penumpukan jamaah. 500 petugas sudah dikerahkan dan bekerja menyambut kedatangan jamaah sejak pagi hari dari tiga titik kedatangan.


Selama pelaksanaan ibadah haji, pihak Masjidil Haram menerapkan standar operasional prosedur yang sangat ketat. Kementerian Haji dan Umrah membuat aturan dalam setiap 3 jam, terdapat 6.000 jamaah yang masuk Masjidil Haram untuk melakukan thawaf dan ibadah lainnya. Setelah setiap rombongan meninggalkan masjid, petugas melakukan sterilisasi lokasi untuk memastikan keamanan dan kesehatan secara maksimal.


Jamaah yang terbagi dalam 20 orang setiap grupnya ini bisa kembali ke tenda di Mina dengan menggunakan bus sesuai dengan zonanya. Jika zona hijau, maka hanya boleh menggunakan mobil di zona hijau. Pun zona kuning, biru, dan lainnya. Pada malam harinya para jamaah melakukan ibadah tarwiyah yakni dengan berdoa dan melakukan muhasabah. Pada tahun ini, sebagian jamaah ada yang diberangkatkan lebih awal ke Padang Arafah yakni pada malam hari, Ahad (18/7). Sebagian lainnya diberangkatkan selepas shalat shubuh keesokan harinya dengan protokol kesehatan ketat sesuai arahan dari koordinator masing-masing.


Di padang Arafah, jamaah haji disediakan tenda yang dapat memuat hanya 43 orang dengan fasilitas lengkap seperti kasur. Sebagian jamaah melaksanakan puncak ibadah haji ini di Masjid Namira sekaligus mendengarkan Khutbah Wukuf yang pada tahun ini disampaikan oleh salah satu Imam Masjidil Haram yakni Syekh Bandar Baleelah. Ulama Arab Saudi ini juga menjadi imam shalat Dzuhur dan Ashar yang di-jama’ (digabungkan satu waktu) dan di-qashar (diringkas).

 

 

Masjid Namirah yang berada di padang Arafah menjadi pusat pelaksanaan khutbah Arafah yang diterjemahkan ke dalam 10 bahasa di dunia. Di antaranya bahasa Inggris, Melayu (Bahasa Indonesia), Urdu, Persia, Prancis, Cina, Turki, Rusia, Hausa, dan Bengali. Khutbah dimulai pada pukul 12.30 WAS atau 16.30 WIB pada Senin (19/7), bertepatan dengan 9 Zulhijah 1442 H. Dalam khutbahnya, ia mengajak para jamaah haji untuk sebanyak mungkin memanjatkan doa bagi keselamatan seluruh bangsa. Ia juga mengisahkan rangkaian ibadah haji yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.


Untuk rangkaian selanjutnya, jamaah bergerak menuju muzdalifah dan menginap sebentar di tanah lapang yang terletak di antara Mazamain (dua jalan yang memisahkan dua gunung yang saling berhadapan) Arafah dan lembah Muhassir. Luas Muzdalifah sendiri adalah sekitar 12,25 kilometer persegi. Di tempat ini terdapat rambu-rambu pembatas yang menentukan batas awal dan akhir Muzdalifah. Di sini juga jamaah disunnahkan mengambil batu kerikil untuk melontar jumrah dengan 7 kerikil di Mina.


Pada Selasa (20/7) atau 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan puncak Hari Raya Idul Adha, para jamaah bergerak menuju Jamarat untuk melakukan wajib haji yakni melempar Jumrah Aqabah. Selanjutnya dalam pelaksanaannya, ada jamaah haji yang melakukan nafar awal yaitu meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah setelah melontarkan ketiga jumrah  masing-masing tujuh kali yakni Ula, Wustha, dan Aqabah. Ada juga yang mengambil nafar tsani yaitu meninggalkan Kota Mina pada tanggal 13 Dzulhijjah setelah melemparkan ketiga jumrah tersebut.


Masih ada rukun dan wajib haji lagi yang harus dirampungkan oleh para jamaah haji yakni melakukan Thawaf Ifadhah, Sa’i serta memotong rambut yang disebut dengan Tahalul. Setelah itu, mereka meninggalkan Kota Suci Makkah dengan melaksanakan wajib haji yakni Thawaf Wada (ibadah mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali sebagai simbol meninggalkan Makkah). Rangkaian ibadah haji tahun 2021 akan berakhir pada 22 Juli 2021 dan lebih cepat dari pelaksanaan haji dalam kondisi normal.


Biasanya dalam kondisi normal, jamah haji Indonesia menghabiskan waktu sekitar 40 hari di Arab Saudi untuk menjalankan ibadah haji dan ibadah kesunahan lainnya. Untuk menunggu giliran diterbangkan pulang ke Tanah Air, jamaah Indonesia juga mendapatkan ‘bonus’ untuk beribadah di Masjid Nabawi di Madinah dengan melaksanakan ibadah Arbain (shalat berjamaah selama 40 waktu berturut-turut. Selain itu ada ibadah yang paling diimpikan para jamaah haji adalah bisa berziarah ke Makam Nabi Muhammad saw yang berada di dalam Masjid Nabawi sekaligus melaksanakan ibadah di Raudhah.


Pada musim haji tahun ini, Kedutaan Besar Indonesia di Arab Saudi mencatat lebih kurang  327 WNI yang bisa melaksanakan haji di tengah pandemi sekaligus menjadi duta jamaah haji Indonesia. WNI yang berhaji tahun ini terdiri atas unsur diplomat (KBRI dan KJRI), Pekerja Migran Indonesia (PMI), serta mahasiswa Indonesia dan sejumlah WNI lainnya yang sudah lama menetap di Saudi.

 

Secara umum, pelaksanaan haji tahun 2021 di tengah pandemi dapat berjalan dengan lancar. Dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, kesiapan dan kesigapan panitia di lapangan, pengerahan para relawan dan tenaga medis, dilaporkan tidak ada kejadian jamaah yang terpapar Covid-19. Semoga pandemi Covid-19 segera berlalu, dan ibadah haji tahun depan bisa dilakukan dengan normal kembali.

 

 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan