Tangerang Selatan, NU Online
Penulis Fahd Pahdepie memaparkan pentingnya sebuah cerita hingga bisa mengubah sesuatu. Cerita juga bisa digunakan untuk sebanyak mungkin kebaikan, termasuk dijadikan counter narative terorrism, dan kita bisa mengatakan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang damai. Salah satunya cerita Hijrah Bang Tato yang disampaikan pada Seminar Islam Kontemporer di Indonesia dan Australia di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, (20/9).
“Cerita selalu luar biasa. Cerita selalu bekerja dengan baik,” ungkap direkrur Inspirasi.co itu.
Peraih Ahmad Wahib Award dari Yayasan Paramadina itu memulai ceritanya dari seorang pria yang bernama Lalan Maulana. Seorang preman yang luar biasa ditakuti di daerah Rumpin, Bogor. Ia menceritakan Lalan yang selanjutnya akrab disapa Bang Tato, dalam kesehariannya mengendalikan jaringan preman yang luar biasa besar.
“Memalak toko dan material yang mayoritas dikendalikan dari etnis China adalah kebiasaan yang dilakukannya setiap hari. Dari masa lalunya yang kelam itu, ia ingin berhijrah ke jalan yang benar,” tambahnya.
Namun Fahd dalam ceritanya menyayangkan bahwa momen hijrah tersebut dipakai oleh Bang Tato untuk kemudian merasa mempunyai ruang untuk melakukan sesuatu yang disebut sebagai jihad atau perlawanan. Menurutnya hal itu dilakukan untuk menebus dosa di masa lalu, tetapi jalur yang dipilih adalah kekerasan.
Selanjutnya lulusan Monash University Australia itu menilai hijrah adalah sesuatu yang menarik. Hal itu dikarenakan karena betapa mudahnya mantan preman atau mereka yang berurusan dengan kekerasan, ketika mengkonversi dirinya untuk hijrah, bisa masuk ke dalam kelompok radikal dan tiba-tiba merasa mempunyai rasa legitimasi untuk melawan siapa pun yang berseberangan dengannya.
“Jika artis dan selebriti hijrah, mereka bisa aktif di majelis dzikir dan sebagainya. Tetapi ketika preman atau mereka yang berurusan dengan kekerasan ingin berhijrah, tempat yang paling kompatibel dengan posisi mereka adalah kelompok radikal,” terangnya.
Selanjutnya peraih Outstanding Young Alumni Award dari Australia Global Alumni itu memberikan contoh kecil tindakan radikal tersebut dengan menampilkan status facebook dari Bang Tato. Status yang isinya kurang lebih menceritakan bahwa Bang Tato akan membakar toko-toko jika kasus Basuki Tjahja Purnama berujung dengan mengulang sejarah seperti halnya pemberontokan 1998.
Pria kelahiran Cianjur itu mempunyai keyakinan bahwa kita tidak bisa mengadili seseorang dengan masa lalunya, dan kita tidak bisa menentukan masa depan seseorang karena fisiknya. Ia memulai dengan melibatkan Bang Tato untuk mendalami kesibukan baru di tempat usahanya yaitu barber shop dan coffe shop yang ia miliki di BSD Tangerang Selatan. Lalu diberikannya sejumlah keahlian yang akhirnya memunculkan rasa bangga baru.
Bang Tato dalam kesehariannya diceritakan bertemu dengan pelanggan dari etnis dan agama yang berbeda. “Sampai pada akhirnya ia mempunyai rasa bangga baru karena merasa mempunyai empati yang diletakkan di kondisi psikolgisnya,” tuturnya.
Perubahan tersebut digambarkan melalui status facebook pada bulan Juni 2017 yang kurang lebih berisi sebagai berikut
Tenang para pemilik toko dan material yang di Rumpin sana, sekarang saya tidak akan meminta uang lagi kepada kalian. Sekarang saya sudah mempunyai pekerjaan.
“Dari status tersebut, ia menunjukkan bahwa cara berpikir radikal sudah berubah. Dan itu merupakan sesuatu yang luar biasa dari hijrahnya seorang Bang Tato,” tambahnya.
Bulan depan, Hijrah Bang Tato itu akan diterbitkan oleh Bentang Pustaka menjadi sebuah novel. Ia menegaskan bahwa ke depan yang akan berbicara tentang cerita tersebut bukan lagi dirinya, melainkan Bang Tato sendiri.
“Lalan Maulana yang akan menceritakannya sendiri,” ungkapnya. (M Ilhamul Qolbi/Kendi Setiawan)