Nasional

Mau Disuap, Warga Lahirkan Pemimpin Korupsi

NU Online  ·  Selasa, 21 Januari 2014 | 04:01 WIB

Pati, NU Online
Bangsa Indonesia hingga kini masih belum bisa mencari pemimpin yang baik. Hal ini terjadi karena masyarakat pemilih memberi ruang adanya praktik politik uang. Fenomena tersebut bisa dirasakan pada pemilihan pemimpin mulai level terkecil, yakni pemerintahan desa, hingga level terbesar di tingkat pusat.
<>
Hal tersebut dikatakan Wakil Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pati KH Abdul Hadi Kurdi pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar di Masjid Sabilal Muhtadin Langgenharjo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Ahad (19/1) malam.

Di hadapan para jamaah, Kiai Hadi menjelaskan pentingnya calon pemimpin untuk meneladani perilaku Rasulullah SAW yang shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah itu. “Bagaimana mau memiliki pemimpin yang baik jika masyarakat masih menerima amplop dari mereka? Ini artinya warga memberi peluang kepada calon tersebut untuk korupsi ketika jadi pejabat. Ini jelas tidak amanah,” ujarnya.

Di kampung, lanjut Katib Syuriah PCNU Pati era 1978 ini, kerap terdengar istilah ora uwik ora obos plesetan dari ungkapan “ora ono duwit ora nyoblos” (tidak ada duit tidak milih). Guyonan yang belakangan menjadi tren di kalangan masyarakat akar rumput tersebut mestinya disikapi secara dewasa oleh calon pemimpin.

“Kemarin, para ulama se-Pati berkumpul di aula gedung DPRD Pati yang dirawuhi KH A Malik Madani dari PBNU. Pertemuan itu membahas kriteria calon pemimpin dan hukum risywah (suap). Intinya, rasyi wal murtasyi finnar (penyuap dan yang disuap semua masuk neraka),” tegasnya.

Menurut santri andalan Rais Syuriah PCNU Pati Almaghfurlah KH Suyuthi AQ ini, para pejabat yang mau disuap itu sangat memalukan. Ukuran iman seseorang bukanlah dari shalat dan haji, tetapi hati. Toh, banyak koruptor yang pergi haji lebih dari tiga kali.

Oleh karenanya, lanjut Kiai Hadi, kaum muslimin harus meneladani sikap Nabi sebagaimana diceritakan dalam kitab al-Barzanji karya Syeikh al-Bushiri, yakni syadiid al-haya’ (sangat pemalu), dan tawadlu’ (rendah hati) kepada siapapun.

“Meski kita tak mampu meniru seluruh akhlak Rasul dalam Sirah Nabawiyah tersebut, minimal kita jangan menerapkan pola hidup bermewah-mewah. Hal itu jauh dari tingkah laku Rasulullah,” pungkasnya.

Acara maulid sekaligus Haul ke-27 Almaghfurlah KH Ahmad Suyuthi ini dilaksanakan secara sederhana di dalam masjid mengingat musim hujan yang menyebabkan banjir di desa Langgen dan sekitarnya. Meski demikian, jamaah tetap berbondong-bondong menuju masjid ditemani payung-payung sembari diiringi kecipak air yang menggenangi jalan. (Ali Musthofa Asrori/Mahbib)