Nasional

Masyarakat Indonesia Masuk Kategori Paling Dermawan

NU Online  ·  Rabu, 1 Mei 2013 | 08:24 WIB

Jakarta, NU Online
Tingkat kedermawanan atau rate of giving masyarakat Indonesia posisinya tertinggi atau 99,6 persen bila dibandingkan masyarakat di negara India, Filipina, Bangladesh, Thailand dan Amerika Serikat, berdasarkan survey tahun 2000, 2004 dan 2007. <>

Meski pada saat bersamaan, masyarakat Indonesia cenderung lebih suka memberikan sumbangan atau menunjukkan kedermawanannya secara langsung kepada korbannya, dari pada menyerahkannya kepada lembaga ketiga atau lembaga nirlaba.

“Meski pada saat bersamaan kita tidak kritis, atas sumbangan yang telah diberikannya, jika sumbangan itu dilewatkan lembaga nirlaba misalnya,” ujar Hamid Abidin, Executive Director Public Interest Research and Advocacy Center (Pirac) dalam diskusi Penggalangan Dana Publik untuk Bencana yang digagas Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB), AustralianAid, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Senin (29/4).

Dia menjelaskan, masyarakat Indonesia lebih suka melakukan sumbangan langsung, karena masyarakat tahu ada problem akuntabilitas pengelolaan dana publik. 

Meski di saat bersamaan, masyarakat yang dermawan itu, tidak disadari juga menjadi bagian dari ketidakakuntabilitasan sistem pengelolaan dana publik.

“Karena penyumbangnya juga tidak transparan, dengan lebih suka menyebut dirinya sebagai hamba Allah atau no name sehingga data basenya juga sulit dilaporkan,” tambah dia. 

Idealnya, dalam laporan keuangan harus ada akuntabilitas, atau harus ada pihak yang bertanggung jawab dan tanggung gugat. Hamid menyimpulkan, ada persoalan pokok akuntabiltas sistem penggalangan dana publik atau sumbangan di Indonesia. 

Teristimewa pada sistem penggalangan, pengelolaan dan penyaluran.

Oleh karena itu, dia mengusulkan peningkatan akuntabilatas, dengan cara pengelolaan organisasi penggalangan dana yang fair dan terbuka. 

Seperti adanya peraturan perundang-undangan, dengan segala pengawasannya, sehingga peraturan atau kebijakannya menjadi implementatif.

Hamid juga menekankan, pelurusan pemahaman tentang makna dan arti keikhlasan dalam menyumbang bagi masyarakat. Demi pentingnya pengadaan data base donor atau penyumbang. 

Hal senada diutarakan Ketua Planas PRB Avianto Muhtadi yang juga Ketua LPBI NU mengatakan Indonesia sampai sekarang sangat kuat sekali rasa gotong royongnya, begitu mengetahui terjadi sebuah bencana. Masalahnya, kuatnya rasa kegotongroyongan itu, apakah berbanding lurus dengan ketepatan sasaran, efektifitas dan efisiensi dalam menyalurkan sumbangannya.

Ujung Tombak 

Syuhelmaydi Syukur, Senior Vice President Aksi Cepat Tanggap (ACT) membenarkan dua pendapat di muka. Menurut dia, kepedulian sebagaimana kesabaran ma¬syarakat Indonesia nyaris tidak ada batasnya dalam penanganan bencana kemanusiaan. 

“Karena kerelawanan menjadi ujung tombak penangaan kebencanaan,” katanya.

Oleh karena itu, lembaganya berusaha sedemikian rupa melakukan langkah bertanggung jawab, atas kepercayaan publik yang mempercayai lembaganya dalam mengelola dana publik. 

”Seperti dengan melakukan finansial report, atau menyusun laporan keuangan.”

Hamid juga menunjukkan data penelitiannya, yang menunjukkan grafik donasi berdasarkan klasifikasi donatur, menempatkan publik atau masyarakat sebagai donatur terbesar, atau 53 persen, kemudian korporate (38 persen). 

“Ini mengindikasikan masyarakat masih mempunyai kepedulian yang tinggi atas kejadian bencana,” tambahnya.

Adapun General Manager and Marketing Bussines Majalah Tempo mengatakan, berdasarkan kode etik perusahaan media idealnya perusahaan media tidak bisa melakukan aksi langsung turun menyelesaikan peristiwa kebencanaan. 

Yang menjadi soal, menurutnya, perusahaan media dewasa ini, turut ambil bagian untuk turun memobilisasi dana publik. 

Meski hal itu dibolehkan, tapi menjadi lebih ideal jika perusahaan media membentuk lembaga nirlaba baru, atau bekerja sama dengan lembaga nirlaba ketiga seperti PMI dan ACT, misalnya yang bisa melakukan pelaporan penggunaan dana secara terbuka, sehingga bisa diakses publik penggunaan dananya. Dengan demikian sistem kontrolnya bisa menjadi fair


Redaktur: Mukafi Niam