Jakarta, NU Online
Daiyah Mamah Dedeh menyampaikan permohonan maaf atas kesalahannya memahami Islam Nusantara yang digagas Nahdlatul Ulama. Permohonan maaf tersebut dilakukan Mamah Dedeh melalui stasiun televisi Indosiar dalam program Mamah dan Aa Beraksi.
Menanggapi permohonan maaf Mamah Dedeh, Dosen Pascasarjana Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta Zastrouw Ngatawi mengatakan, Mamah Dedeh bisa menjadi contoh dan teladan bagi orang maupun kelompok yang selama ini salah memahami Islam Nusantara.
“Itu (permohonan maaf Mamah Dedeh) bagus dan mestinya bisa menjadi contoh pihak lain yang salah memahami dan menyikapi Islam Nusantara,” ucap Zastrouw lewat pesan singkatnya kepada NU Online, Rabu (4/7) di Jakarta.
Bagi pria yang lekat dengan blangkonnya ini, persoalan setuju atau tidak setuju dengan Islam Nusantara, menurutnya tidak masalah. Tetapi jika sudah bersikap menista dan beropini menyesatkan tentang Islam Nusantara, hal itu yang perlu dihindari.
“Soal tidak setuju dengan Islam Nusantara itu sah-sah saja tapi menista dan menyesatkan Islam Nusantara itu yang harus dihindari,” jelasnya.
Zastrouw Ngatawi (Foto: Istimewa)
Pimpinan Grup Musik Religi Ki Ageng Ganjur ini mengapresiasi langkah yang telah dilakukan oleh Mamah Dedeh. Menurutnya, dia sudah berusaha bersikap baik atas segala pernyataannya tentang Islam Nusantara.
“Mamah Dedeh sudah bersikap secara baik dan tepat atas tindakan dan ucapannya yang salah terhadap Islam Nusantara,” tandas Zastrouw.
Video pernyataan Mamah Dedeh tentang Islam Nusantara kembali viral beberapa waktu lalu. Video tersebut sebenarnya beredar tahun 2015 lalu saat Mamah Dedeh menjadi salah satu juri di program Aksi Indosiar.
Dalam video tersebut Mamah Dedeh mengatakan, "Dan bahwa saya mengumumkan dari panggung Aksi Indosiar pada malam hari ini, siapa pun Anda di negeri tercinta ini, Allah SWT mengatakan, wama arsalnaka illa rahmatan lil' alamin, Nabi Muhammad diutus oleh Allah memberikan rahmat bagi segenap alam, bukan Islam Nusantara, bukan, coret itu (Islam Nusantara).” (Fathoni)