Nasional

LPPNU: Pajak Sembako Rugikan Petani

Sen, 14 Juni 2021 | 14:45 WIB

Jakarta, NU Online
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) menolak rencana pemerintah memberlakukan PPN terhadap sembako sebesar 12 persen. Ketua LPP PBNU Al Amin Nasution mengatakan pajak sembako tersebut akan memberatkan masyarakat petani.

 

Pihaknya mengaku mendengar pemberlakuan PPN sembako tersebut akan dipilah-pilah menyesuaikan tingkat ekonomi masyarakat; sembako yang mahal kena pajak, yang tidak mahal tidak dikenai pajak, seperti pada pemberlakukan BBM. Tetapi, menurutnya hal itu tetap saja tidak tepat, karena akan sulit diterapkan.

 

"Praktik di lapangan, kalau BBM sangat mungkin karena itu pom bensin. Tapi kalau namanya pasar itu sangat tidak mungkin dilakukan seperti itu. Bagaimana memisahkan orang beli beras yang premium dengan orang yang beli beras standar? Bagaimana memisahkan orang yang membeli sembako yang premium, yang bagus dengan sembako yang murah?" kata Al Amin saat Halal bi Halal dan Sosialisasi Program LPP PBNU, Senin (14/6) di Gedung PBNU Kramat Raya Jakarta.

 

Jika hal itu diterapkan, pada akhirnya petani-petani yang akan menanggung akibatnya. Pasalnya pedagang atau pengusaha tidak akan mau rugi. Pengusaha akan menekan para petani untuk menurunkan harga. "Sementara pasar akan selalu berkembang dengan naiknya PPN 12 persen. Dua belas persen itu tidak tanggung-tanggung," kata Al Amin.

 

Di masa pandemi Covid-19 saat ini ia menajak semua pihak lebih berempati, termasuk pemerintah wajib berempati kepada rakyat kecil sehingga tidak memberlakukan kebijakan yang tidak membela rakyat kecil dan petani. "LPP PBNU akan terus bergerak dan membela petani dan pro rakyat sesuai dengan arahan dan petunjuk Ketua Umum PBNU Bapak KH Said Aqil Siroj," tegas Al Amin Nasutin.

 

Sebelumnya ia mengatakan dalam perkembangannya pengelolaan pertanian, agribisnis, perikanan, kelautan mengalami hal yang sangat mendasar karena adanya disrupsi, perubahan sosial kultural, dan cara ekonomi di tengah-tengah masyarakat saat ini.

 

Sejak dua dekade yang lalu sudah terjadi perubahan dalam pengelolaan dari pertanian. Pertanian tidak lagi hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun sehari-hari, namun juga berorientasi kepada dunia usaha. Perubahan terjadi melalui apa yang dikenal dengan corporative farming (usaha masyarakat  untuk memperkuat kelembagaan) dalam mengakses kepada sumber daya ekonomi kepada pasar kepada penjualan hasil hasil produksi itu sendiri.

 

Untuk mengantisipasi  perubahan dalam tata kelola pertanian ia mengajak LPPNU berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan. Tujuannya agar terjadi peningkatan secara kelembagaan di NU agar kekuatan bersinergi, sehingga petani tidak lagi menjadi subjek tapi secara utuh melakukan pemberdayaan secara kuat.

 

LPP PBNU juga mendorong Kemnaker agar Kartu Prakerja juga diberikan kepada petani. Selain itu yang terkait dengan pelatihan-pelatihan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) agar melibatkan petani. Hal itu bertujuan untuk membuat petani lebih berdaya dan memiliki kecakapan sehingga hasil pertanian meningkat dalam mutu dan jumlahnya.
 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Fathoni Ahmad