Nasional

Langkah yang Perlu Diambil Pemerintah Respons Teror di Sigi

Ahad, 29 November 2020 | 14:35 WIB

Langkah yang Perlu Diambil Pemerintah Respons Teror di Sigi

Konteks perburuan harus all out. Artinya, tidak hanya berharap pada satgas dan densus saja, tetapi monitoring IT komunikasi juga harus dilakukan.

Jakarta, NU Online​​​​​​​
Mujahidin Indonesia Timur (MIT) kembali berkasi di Sigi, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Pengamat terorisme Alto Labetubun menegaskan Presiden perlu menambah pasukan di wilayah tersebut. Namun ia mengingatkan perlu kehati-hatian mengingat kemungkinan salah sasaran semakin besar.

 

"Pasti akan ada penambahan pasukan. Semakin banyak risikonya ada orang lain bukan bagian dari teror juga tinggi," katanya saat bincang santai secara virtual yang dipandu Savic Ali pada Ahad (29/11).

 

Jikapun ada penambahan pasukan, menurutnya, perlu ada kualifikasi pemburu di hutan mengingat medannya yang sulit karena bergunung-gunung topografinya. Kasus yang pernah mereka buat pun acak, terjadi di pegunungan maupun dataran dekat laut.

 

Kemudian, pergerakan mereka yang sangat cepat dan mobilitasnya yang tinggi dengan kelompok-kelompok kecil juga membuat mereka susah dibedakan dengan warga biasa. Posisi memagar mereka tidak bisa bergerak ke mana-mana tentu juga sangat sulit.

 

"Perlu penambahan dengan kualifikasi pemburu di hutan, apa di polisi atau TNI. Sangat banyak faktor kenapa MIT masih bisa ada di situ," kata pria yang berpengalaman berada di medan tempur Timur Tengah itu.

 

Selanjutnya, ia menyampaikan konteks perburuan harus all out. Artinya, tidak hanya berharap pada satgas dan densus saja, tetapi monitoring IT komunikasi juga harus dilakukan. kelompok tersebut pasti menggunakan kurir untuk berkomunikasi antaranggotanya karena enggan tertangkap dengan rekaman digital.

 

Berikutnya, Alto menyampaikan perlunya peningkatan sinergi antarpetugas di lapangan. Mereka harus saling berkoordinasi satu sama lain untuk meningkatkan perburuan terhadap kelompok teror tersebut.

 

Lebih jauh, masyarakat juga harus dipetakan. Petugas juga harus bisa memprediksi logistik kelompok tersebut akan bertahan berapa lama dan kemungkinan arah gerakan selanjutnya di titik mana saja.

 

Alto menjelaskan bahwa anggota mereka yang tewas dianggap sebagai pahlawan. Anggapan demikian harus diputus dengan pendekatan persuasif kepada masyarakat. “Posisi mereka yang dianggap sebagai pahlawan harus dipotong dengan pendekatan persuasif,” ujarnya.

 

Apa yang mereka lakukan, menurutnya, tidak mungkin menciptakan negara. Pendekatan ke kantong-kantong hasil analisis intelijen jadi suplier logistik harus didekatkan. Artinya, ia menegaskan bahwa langkah ini harus melibatkan masyarakat sekitar. “Kalau tidak, mereka melakukan apa kita kejar. Itu pasti akan lama,” katanya.

 

Pelibatan Babinsa atau Babinkantibmas, menurutnya, juga bisa dilakukan. Tetapi, mereka juga perlu dibekali dengan kualifikasi tertentu.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan