Nasional MUNAS KONBES NU 2019

Langkah Persiapan Satu Abad Nahdlatul Ulama (2)

Jum, 1 Maret 2019 | 08:15 WIB

Jakarta, NU Online

Untuk melakukan perubahan yang hendak dicapai pada ulang tahun satu abadnya, Nahdlatul Ulama perlu melakukan berbagai investasi. Ini perlu diperlu dipersiapkan dengan baik terutama mengingat bonus demografi warga NU. Bonus demografi usia produktif yang dimiliki Indonesia, menggambarkan usia produktif yang dimiliki NU.

“Maka tugas kita adalah menyiapkan prestasi dan pembelajaran untuk transformasi untuk NU pada 2026. Kuncinya adalah percepatan dan perubahan. Kalau tidak berubah kita akan kalah. Maka tak ada pilihan lain, NU dan Badan Otonom harus melakukan transformasi,” kata M Nuh. “Apalagi kesempatan melakukan perubahan saat ini makin banyak dijumpai. “Saat ini setiap saat bisa terjadi perubahan, karena zaman berubah sangat cepat,” imbuhnya.


Untuk mencapai perubahan ia menyebut ada lima hal yang bisa dilakukan saat ini untuk menyiapkan perubahan besar, yakni: 1. Memanfaatkan bonus demografi; 2. Memanfaatkan kemajuan era digital; 3. Membagun mindset baru yang lebih futuristik; 4. Mengubah mindset dari musabaqoh (berlomba atau persaingan) menjadi muawanah (bersinergi), dan; 5. Memperkuat dan melakukan modernisasi tata kelola organisasi.

Road map perubahan dan peran millennial

Selanjutnya perlu pula membangun road map yang lebih konkrit untuk merumuskan langkah gerakan menuju tahun 2026. Ia menyebut dua hal kongkrit yang harus dipersiapkan untuk ulang tahun tersebut, perbanyak rumah sakit dan peningkatan kualitas-kuantitas perguruan tinggi NU. Untuk menuju itu, diperlukan pembacaan peluang di setiap daerah, pengadaan lahan, pembiayaan hingga persiapan teknis lain. Lalu kemudian disusul dengan pembangunan infrastruktur, menyiapkan manajemen yang baik dan persiapan sumber daya manusia.


Dalam cara pandang yang demikian, lajut M Nuh, kelompok muda (millennial) perlu diberi porsi yang cukup banyak untuk mengawal perubahan. Sebab populasi berusia muda ini akan menjadi motor penggerak perubahan. “Millenial harus kita beri karpet merah, karena mereka memiliki alam sendiri, dan mereka (kelompok usia muda) adalah kelompok yang melakukan perubahan. Sudah tidak jaman lagi bilang ‘anak muda jangan ikut-ikutan’,” katanya.

Ia menyontohkan beberapa sejumlah perubahan pada zaman Nabi Muhammad SAW diinisiasi oleh kelompok muda. “Nabi Muhammad itu dikelilingi oleh anak-anak mudah yang progresif,” katanya, sambil menyebut sejumlah nama seperti Sayyidina Ali, Thalhah bin Ubaidillah, Al-Arqaam bin Abil Arqaam dan seterusnya.

Baca: Menggagas Langkah Strategis Nahdlatul Ulama Jelang Satu Abad

Untuk itu, anak muda perlu ditunjang dengan pendidikan yang menyiapkan ‘masa depan’. Sebagai mantan menteri pendidikan ia mengetahui sejumlah tantangan di bidang ini. Salah satu tantangan paling besar adalah cara pandang pendidikan yang ‘berbekal hasil pendidikan masa lalu, untuk mendidik siswa masa kini yang diharapkan menghasilkan generasi emas di masa mendatang’.

Ia menekankan bahwa paradigma ini perlu untuk diperbaharui dengan menanamkan skil yang tidak tergantikan oleh robot, seperti skil komunikasi, kepemimpinan, ketahanan dalam perubahan, rasa penasaran, dan kemampuan membaca yang baik. Skil tersebut berbeda dengan skil menghitung, menghafal dan sejenis saat ini telah mudah digantikan oleh mesin atau robot.

Menurut M Nuh, jika hal itu diterapkan dengan sistematis maka perubahan di masa yang akan datang yang ingin dicapai pada ulang tahun NU yang ke 100 tahun bukan hal yang mustahil untuk diraih. (Ahmad Rozali)