Nasional

Lakpesdam PBNU Paparkan Sejumlah Tantangan Ma’had Aly dan PDF

NU Online  ·  Rabu, 3 Agustus 2016 | 10:01 WIB

Bogor, NU Online
Bagaimana memastikan bahwa Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan Ma’had Aly mampu mengemban amanat untuk mengembangkan nilai-nilai kebangsaan. Kesepakatan-kesepakatan dasar dalam berbangsa dan bernegara, terutama membela keutuhan bangsa dan negara harus menjadi perhatian dasar yang dimunculkan oleh PDF dan Ma’had Aly terutama dalam menghadapi arus teknologi informasi yang makin deras.

Penjelasan tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad saat menjadi narasumber dalam kegiatan peningkatan mutu pengelola Ma’had Aly dan PDF, Selasa (2/8) malam di Bogor, Jawa Barat. Hadir narasumber lain yakni Lasmo Sudharno, pelopor aplikasi social reading di Indonesia dan Ketua RMI PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin.

Menurut Rumadi, beberapa tantangan Ma’had Aly dan PDF di antaranya adalah; pertama, terkait dengan pemanfaatan sumber-sumber belajar digital dan teknologi sebagai sarana untuk memperkuat pengajaran di PDF dan Ma’had Aly. Karena perkembangan teknologi merupakan simbol lompatan peradaban, sehingga PDF dan Ma’had Aly dituntut untuk dapat mengakomodir pemanfaatan teknologi yang ada. 

Kedua, lanjut Dosen Pascasarjana STAINU Jakarta ini, tata kelola dan akuntabilitas satuan pendidikan maupun pesantren. Ada beberapa lembaga pendidikan yang tidak menjalankan prinsip akuntabel sekaligus transparan dalam proses pelayanan pendidikan, termasuk di dalamnya ialah soal keuangan atau finansial. 

“Ketiga, tantangan yang paling besar adalah formalisme Ma’had Aly dan PDF itu sendiri. Setelah formal, Ma’had Aly dan PDF harus bersedia untuk diberikan rambu-rambu serta beberapa aturan yang diberlakukan pemerintah sebagai ekses atau dampak dari formalitas itu sendiri,” jelas Rumadi.

Sementara itu, Lasmo Sudharno menerangkan bahwa saat ini terjadi peralihan orang dari pembacaan secara manual ke sistem digital. Selain itu, yang paling penting adalah adanya social effect yang memengaruhi cara pandang seseorang terhadap perkembangan realita. “Sementara di satu sisi ada kebutuhan pesantren untuk mengembangkan pengajaran kitab kuning, namun mudah diakses oleh masyarakat umum,” urai Lasmo. 

Harapannya, imbuhnya, adalah terbentuknya cyber society yang bisa diatur kapan dan siapa dapat membaca apa. Konten ini disebut sebagai content digital management; menjaga literatur klasik agar dapat diakses untuk dipelajari, dikritisi namun tidak dapat diubah. 

“Dalam kelanjutannya, aplikasi ini ke depan menjadi ruh bagi Ma’had Aly dalam mengembangkan sistem manajemen berbasis electrical learning (e-learning) dan digitalisasi kitab kuning. Learning management system merupakan pendidikan berbasis internet,” terangnya. (Fathoni)