Kisah Rumit di Balik Suksesnya Harlah Muslimat NU
NU Online · Sabtu, 2 April 2016 | 04:30 WIB
Malang, NU Online
Saat perhelatan Harlah ke-70 Muslimat Nahdlatul Ulama di Gedung Olah Raga (GOR) Gajayana Malang Jawa Timur, Sabtu pekan lalu (26/3), ada dua rekor yang ditorehkan. Pertama adalah pergantian hijab dari berwarna hijau menjadi putih oleh 50 ribu lebih peserta. Kedua, pemukulan rebana oleh seluruh peserta dan diikuti Presiden RI.
Ribuan massa Muslimat NU dari seluruh Indonesia yang
mencapai hampir 70 ribu jamaah sungguh membuat bangga siapa saja yang hadir di
GOR Gajayana Kota Malang. Mereka adalah utusan Muslimat NU dari seluruh kawasan
di Tanah Air, yang tentu saja didominasi dari Jawa Timur.
Gubernur Jatim Pimpin Rapat
Sejak pagi, para rombongan telah memadati kawasan kota dingin ini. Ratusan bus dan mini bus merangsek memadati kota dari berbagai penjuru. "Untungnya koordinasi dan komunikasi lintas sektoral tersebut berjalan baik yang dilakuan panitia antara Pemerintah Kota Malang dan Jawa Timur," kata Helmi M Noor, Kamis (31/3) malam.
Pemilik Cita Entertainment dan menjadi
pengatur jalannya prosesi Harlah ini mengemukakan bahwa, angka 70 ribu jamaah
terlampaui berdasarkan laporan dari koordinator setiap kabupaten. Tidak
tertampungnya jamaah di dalam hingga meluber di sekitar GOR adalah bukti bahwa
kehadiran mereka sebagai kebanggaan.
Ditemui di kantornya, kawasan Pagesangan Surabaya,
Helmi menjelaskan sejumlah tahapan yang dilakukan sehingga kegiatan berjalan
sesuai harapan. "Peringatan Harlah Muslimat NU benar-benar melalui
koordinasi yang sangat rapi dan terperinci," kata dia.
Seluruh kekuatan seakan dikerahkan untuk menyukseskan
perhelatan akbar tersebut. "Bahkan Gubernur Jawa Timur H Soekarwo juga
berkenan memimpin rapat secara langsung agar acara berjalan sesuai
harapan," katanya. Karena itu, seluruh kepala dinas bahu membahu turut memberikan
yang terbaik demi nama baik Jawa Timur.
Hal tersebut sangat terasa ketika pelaksanaan harlah.
Dinas Perhubungan memberikan panduan di sejumlah titik strategis sebagai
panduan agar rombongan dari berbagai kota tidak sampai tersesat. "Sejumlah
petunjuk arah tersedia di banyak sudut kota saat akan memasuki Kota
Malang," kata alumnus Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Tambakberas Jombang
ini.
Demikian pula pihak kepolisian turun dengan kekuatan
penuh, mengurai jalan sehingga tidak terjadi penumpukan. "Tidak sedikit
kendaraan peserta yang dikawal menuju lokasi acara sehingga tidak menimbulkan
jalan menjadi macet," katanya.
Fasilitas pendukung juga demikian membantu.
"Dinas pertamanan menyediakan 100 kran di setiap sudut sehingga peserta
bisa melaksanakan Shalat Dhuhur berjamaah di dalam GOR," ungkapnya. Air
yang tersedia juga termasuk istimewa karena didatangkan langsung oleh kepala
dinas setempat. Demikian pula soal kebersihan, kepala dinas setempat turun
langsung memimpin pasukan, lanjutnya.
Sejumlah billboard di jalur utama setiap kabupaten dan
kota juga semakin memeriahkan gaung harlah. "Dan semuanya dipersembahkan
untuk Muslimat NU, tanpa diminta," ungkapnya. Apa yang didermakan para
pegiat dan pemilik usaha periklanan out door tersebut sebagai panggilan demi
suksesnya acara. "Inilah kehebatan Muslimat NU," terang Helmi.
Tutorial Peserta
Bisa dibayangkan bagaimana ribet dan sulitnya mengatur
puluhan ribu ibu-ibu muslimat yang notabene usianya juga lanjut untuk bisa satu
komando. Apalagi mereka datang dari seluruh pelosok Indonesia yang tidak mungkin
dikumpulkan untuk dikondisikan dan megetahui teknis acara. "Ini pekerjaan
yang sangat menantang," sergah bapak 3 anak ini.
Meski demikian sejumlah upaya tetap dilakukan agar jangan sampai berkumpulnya
ribuan jamaah perempuan NU tersebut justru menjadi masalah. "Kalau mereka
satu komando dan rapi, pasti akan terlihat istimewa," kenangnya.
Akhirnya ditemukanlah sejumlah cara di antaranya mengirimkan tutorial dalam bentuk video kepada koordinator peserta di seluruh
Indonesia. "Rekaman itu sekaligus panduan bahwa pada kegiatan harlah nanti
para peserta harus mengikuti langkah dan gerakan yang ada," kata alumnus
Universitas Darul 'Ulum Jombang ini.
Saat para peserta sudah memadati GOR, dilakukan gladi resik untuk memantapkan panduan yang telah ada. "Dan untuk menyeragamkan bacaan shalawat dan ketukan pada 50 ribu rebana, kami menyediakan leader atau pemandu," ungkap dia.
Dengan demikian, puluhan ribu peserta hanya mengikuti saja bacaan dan ketukan rebana sehingga tercipta keserasian nada. Jumlah pemimpin shalawat tersebut adalah 200 orang dari unsur paduan suara Muslimat NU Jombang, 200 santri dari Pesantren Bahrul Maghfirah Malang, serta 50 personel grup shalawat dari el-Kiswah Surabaya.
Dan kalau menyaksikan tampilan rekaman yang sudah diunggah
di youtube, maka akan terlihat bahwa 50 ribu peserta Harlah Muslimat NU
demikian terpandu dan melantunkan shalawat serta menabuh rebana yang telah
dibawa dengan tertib. "Suasananya benar-benar syahdu. GOR yang demikian
luas berselimutkan shalawat," bangga Helmi.
Mendadak Presiden Hadir
Hal yang juga tidak diduga panitia termasuk Ketua Umum
PP Muslimat NU sendiri, Hj Khofifah Indar Parawansa adalah kedatangan Presiden
RI. "Sebenarnya 15 hari sebelum kegiatan Harlah sudah ada kepastian bahwa
Presiden RI akan hadir," katanya. Karena itu sejumlah acara telah
disiapkan dengan mempertimbangkan kedatangan presiden.
Namun 3 hari jelang pelaksanaan Harlah, ada kabar
bahwa presiden berhalangan hadir. "Oleh karena itu, semua persiapan acara
yang melibatkan sebelum, saat dan usai presiden hadir akhirnya dipangkas dari
agenda," kenang Helmi. Perubahan jadwal tersebut juga membawa berkah
karena "kerumitan" akan terurai.
Oleh karena itu, seluruh persiapan dan rangkaian acara
akhirnya dipastikan tanpa kehadiran orang nomor satu di negeri ini. "Bagi
panitia, hal tersebut sebagai sesuatu yang melegakan lantaran tidak terlalu
ribet dengan aturan yang mengikat," kata mantan wartawan Majalah AULA PWNU
Jatim tersebut.
Namun dengan tanpa disangka sekitar jam 4 sore di
hari Jum'at (25/3) ada telepon dari protokoler Pemerintah Provinsi Jatim bahwa
Presiden RI akan datang pada puncak Harlah Muslimat NU tersebut. "Sebentar
lagi pihak protokoler Istana akan menghubungi untuk membicarakan kehadiran
presiden," katanya menirukan telpon dari Pemprov Jatim.
Padahal sore itu sedang dilakukan gladi resik panitia
dan petugas inti untuk kelancaran acara besok siang. Kepastian akan hadirnya
Presiden RI membuat Ibu Khofifah dan panitia serta petugas menitiskan air mata.
"Subhanallah, ini kejadian luar biasa dan tidak diduga," kata Helmi
menirukan ungkapan Khofifah. Kala itu Helmi melihat hampir seluruh
panitia dari unsur Muslimat NU dan diikuti petugas lain menangis. Air mata
tumpah lantaran haru atas kejadian serba mendadak tersebut.
Benar juga, pihak protokoler istana akhirnya meminta
jadwal acara secara rinci kepada panitia. Usai diemail, ada sedikit revisi yang
diberikan istana terkait mata rangkai acara yang harus dilaksanakan besok siang
karena melibatkan presiden. "Sekitar jam 10 malam, rangkaian acara
disepakati," tegas Helmi.
Dan malam itu juga, pasukan khusus dari Jakarta
terbang ke Malang dengan pesawat Hercules untuk koordinasi. "Kalau
mengandalkan pesawat keesokan harinya pasti tidak akan nutut," katanya.
Dengan tindakan tegas dan langkah taktis tersebut,
pihak istana bisa melakukan penyisiran lokasi dari jam 6 pagi. "Seluruh
kawasan dilakukan sterilisasi untuk memastikan keamanan bagi presiden dan
rombongan," katanya. Saat itu juga akhirnya dilakukan pembagian tugas.
Helmi dan "pasukan" fokus ke acara, sedangkan hal yang menyangkut
keamanan GOR dan sekitarnya menjadi tanggung jawab pasukan keamanan.
GOR Layaknya Padang Arofah
Dengan lancarnya arus kendaraan menuju GOR karena
dibantu pihak kepolisian dan dinas perhubungan, sejak pagi satu demi satu
jamaah Muslimat NU memasuki lokasi. Standar Operasional Prosedur (SOP) ala
Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres) pun diberlakukan. "Warga
Muslimat yang akan masuk GOR harus melewati pintu deteksi yang membuat sedikit
krodit," kata dia.
Maklum, jauh-jauh sebelum acara telah disampaikan
bahwa selama di dalam GOR, peserta tidak bisa keluar lagi hingga usai acara.
Keperluan shalat, bekal makanan dan sejenisnya harus telah lengkap. "Kami
mengingatkan kepada peserta bahwa jadikan GOR Gajayana layaknya Padang
Arofah," kata Helmi.
Nah, yang jadi "masalah" adalah ketika
mereka melewati pintu deteksi sebagai SOP Paspampres. "Beberapa kali alarm
bahaya berbunyi lantaran peserta membawa sejumlah peralatan layaknya bepergian
jauh," seloroh Helmi. Makanan dan minuman di dalam rantang, sendok, bahkan
tidak sedikit yang membawa pisau atau silet menjadi pengiring suasana sehingga
terjadi antrean panjang di pintu masuk. Apalagi kala itu hanya tersedia dua
pintu utama yang dibuka. "Kalau di media muncul liputan bahwa peserta
berdesakan, ada benarnya meskipun tidak semuanya tepat," bela dia. Karena
itu adalah konsekuensi bagi kehadiran presiden.
Namun pada prinsipnya, acara berjalan sesuai harapan.
Tidak ada rombongan yang mengeluh lantaran jauh sebelum acara telah dilakukan
sosialisasi terkait persiapan tersebut. Apalagi para perempuan NU yang
terhimpun dalam Muslimat kerap melaksanakan ziarah wali yang mengharuskan
menyiapkan keperluan pribadi dan ibadah secara mandiri. "Kemah sejenak di
GOR Gajayana bagi ibu Muslimat NU sudah terbiasa," tegas Helmi.
Pecahnya rekor Museum Rekor Indonesia atau MURI
menjadi puncak kesuksesan acara tersebut. Ada 50 ribu lebih jamaah yang telah
menyiapkan kerudung putih untuk digantikan dari awalnya hijau. "Dalam
hitungan 1 hingga 9, GOR Gajayana yang awalnya bernuansa hijau, akhirnya
berubah menjadi putih," katanya.
Demikian pula, rekor selanjutnya adalah pelantunan
shalawat dengan menggunakan rebana, pecah hari itu. Di tribun utama ada
Presiden RI, Ketua Umum MUI yang juga Rais Aam PBNU, Ketua MPR, Menteri Agama RI,
Gubernur Jawa Timur dan Ketua Umum PP Muslimat yang juga Menteri Sosial secara
bersama menabuh rebana mengiringi jamaah yang berjumlah 50 ribu lebih.
"Sungguh, suasana saat itu sangat khidmat dan tidak sedikit peserta yang
menangis sembari menengadah sembari melantunkan shalawat," jelas Helmi.
Ribuan jamaah berbaju hijau dengan kerudung putih
dengan bacaan Shalawat Badar yang dilantunkan menjadi selimut bagi stadion yang
biasanya digunakan acara konser musik dan pertandingan bola. "Peristiwa
ini membawa pesan bahwa dengan hijab, Indonesia akan menjadi kiblat mode dunia
di masa mendatang," ungkapnya. Bahwa kegiatan dengan mengundang jamaah
berjumlah ribuan tidak identik dengan acara hura-hura, tapi sarat makna.
Demikian pula pelantunan shalawat yang diiringi alat
musik tradisional khas Indonesia membawa filosofi bahwa Islam dan tradisi
adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. "Inilah Islam
Indonesia, inilah Islam Nusantara, dan inilah Islam rahmatan lil'alamin,"
kata dia.
Seluruh rangkaian acara yang dihadiri Presiden RI
tersebut berlangsung sekitar 85 menit. "Lebih cepat dari yang disepakati
protokol istana yakni 90 menit," terang Helmi. Sehingga seluruh rangkaian
acara diteliti dengan cermat. "Jalannya acara setiap detik dan menitnya
kita hitung dengan cermat agar jangan sampai mengganggu jadwal presiden,"
katanya.
Bagi masyarakat yang tidak berkesempatan mengikuti
acara di GOR Gajayana, Helmi telah menyediakan rangkumannya dalam 9 serial yang
dipubilikasikan lewat youtube. "Ada tayangan singkat prosesi hijab
terbanyak dan menabuh rebana bersama Presiden Jokowi yang sudah tayang," terangnya.
Kemudian akan menyusul tayangan laskar antinarkoba, pidato Presiden Jokowi,
pidato Khofifah, Jokowi menyapa jamaah di GOR, taushiyah KH Hasyim Muzadi, juga
Khofifah saat menyanyi. Selamat. (Ibnu Nawawi/Zunus)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
4
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
5
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua