Nasional

Kisah Mbah Sukijan, Sosok Marbot Terlama Penerima Umrah Gratis PBNU

Jumat, 11 April 2025 | 18:30 WIB

Kisah Mbah Sukijan, Sosok Marbot Terlama Penerima Umrah Gratis PBNU

Mbah Sukijan (71), Marbot Terlama versi LTM PBNU dengan sepeda kunonya di depan Masjid Al-Ilham Bakalan, Pati, Jumat (11/4/2025). (Foto: NU Online/Ova)

Pati, NU Online

Mbah Sukijan (71 tahun), marbot Masjid Jami’ Al-Ilham Bakalan, Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah, meraih penghargaan umroh gratis dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama usai dinobatkan sebagai marbot terlama se-Indonesia.


Penobatan itu diumumkan pengurus Lembaga Takmir Masjid (LTM) PBNU dalam event Khataman Al-Qur’an NU Global pemecah rekor MURI yang digelar di Masjid Gus Dur Ciganjur, Jakarta Selatan, 17 Ramadhan 1446 H lalu.


Ketua Yayasan Masjid Al-Ilham Pati KH Umar Farouq mengatakan bahwa keberangkatan umroh gratis tersebut usai bulan puasa.


"Saat itu diumumkan selesai Lebaran. Namun pengurus LTM PBNU belum menyebut tanggal,” katanya kepada NU Online dalam sebuah silaturahim Lebaran pada Kamis (10/4/2025) malam.


Menurutnya, pengabdian Mbah Sukijan selama 56 tahun sebagai marbot merupakan contoh nyata kesabaran dan dedikasi dalam menjalankan tugas sebagai abdi masjid.


“Ini bisa diklaim sebagai satu-satunya marbot terlama di Indonesia,” ujar Kiai Umar.


Kiai penghafal Al-Qur'an yang juga Dosen Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Kajen Pati ini mengatakan bahwa Mbah Sukijan lahir pada 1954 dan mulai menjadi marbot sejak remaja. Lebih kurang saat berusia 15 tahun pada 1969.


“Ketika itu Ketua Takmir Masjid Al-Ilham masih dijabat oleh Mbah Kiai Juremi Nasuha, mertua saya. Jadi, pengabdian kepada masjid yang telah dijalani Kang Sukijan setidaknya 56 tahun. Sebuah dedikasi yang jarang kita temui,” ungkapnya.


Menurut Kiai Umar Farouq, sejak 2005 hingga kini sebagai Ketua Yayasan Masjid Al-Ilham, ia memiliki pengalaman panjang berinteraksi dengan Mbah Sukijan, yakni selama lebih kurang 20 tahun.


“Kang Sukijan ini agak lain. Beliau bukanlah sosok sempurna sebagai seorang marbot. Banyak kekurangan. Namun, keistiqamahannya selama 56 tahun sebagai marbot tentu bukan perkara mudah dan bisa ditiru,” tandasnya.


Satu hal yang membuat Kiai Umar salut kepada Mbah Sukijan adalah terkait bisyarah (imbalan) yang diberikan masjid kepadanya. Ia tetap memilih untuk bertahan sebagai marbot kendati honornya tidak besar.


“Saya pernah menawarkan dua opsi: bertahan dengan bisyarah yang minim atau mundur. Dia memilih opsi pertama dengan mantap,” sambungnya seraya berdecak kagum.


Kiai Umar menambahkan bahwa saat musim hujan, Mbah Sukijan tak ayal kerap menghadapi tantangan sebagai marbot.


"Saat hujan deras, angin kencang, dan listrik padam, beliau tetap berusaha mengumandangkan adzan. Padahal ini sudah cukup menjadi alasan terkena udzur syar’i untuk tidak ke masjid,” tandasnya.


Sosok unik

Ketua Takmir Masjid Al-Ilham Ustadz Nur Salim menambahkan bahwa Mbah Sukijan merupakan sosok unik. Tidak mudah berkomunikasi dengan Mbah Sukijan lantaran ia hanya mau mendengar perintah ‘atasannya’ dalam kepengurusan masjid.


“Meski banyak dikritik jamaah, Mbah Sukijan lempeng (lurus) saja. Jadi, beliau ini gampang-gampang susah (terkait komunikasinya). Hanya orang tertentu yang bisa ngobrol baik dengan beliau,” ungkapnya.


Seiring usianya yang semakin tua, pihaknya tidak lagi banyak memberi pekerjaan sebagai marbot.


“Karena Mbah Sukijan sudah mulai menua maka kami pun telah menetapkan para kader muda untuk mendampingi beliau menyapu, mengepel, bertanggung jawab kebersihan, adzan, dan tugas kemarbotan lainnya,” kata Ustadz Salim.


Pria asal Rembang, Jawa Tengah, ini juga memiliki kesan tersendiri terhadap Mbah Sukijan.


“Beliau kurus tinggi. Sangat jarang sakit. Jika sakit hanya ringan saja seperti demam. Dia masih kuat bertugas, terutama menabuh bedhug dan azan,” pungkasnya.