Kisah Hubungan Aceh-Turki dalam Khutbah Jihad
NU Online · Ahad, 20 Agustus 2017 | 08:34 WIB
Indonesia mempunyai sejarah yang besar, termasuk tentang hubungan antara Turki dan Aceh pada zaman dulu. Moch. Syarif Hidayatullah menyampaikan hal ini dalam forum diskusi kajian Turats Ulama Nusantara yang diadakan Islam Nusantara Center di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (19/8).
Dalam pemaparannya, dosen UIN Syarif Hidayatullah ini mengatakan bahwa hubungan itu dilihat dari naskah khutbah jihad yang pernah digelorakan oleh masyarakat Aceh pada abad ke-19 saat melakukan perang melawan penjajah.
Menurutnya, pada abad itu hampir seluruh wilayah belahan dunia yang mayoritas beragama Islam sedang dijajah.
“Abad ke-19 ini adalah abad terpenting untuk perjuangan-perjuangan umat Islam melawan penjajah, termasuk wilayah nusantara,” ujar Syarif.
Pada masa itu, masjid, surau, pesantren, dan mushala, katanya, menjadi tempat paling efektif untuk mengadakan perlawanan, tidak terkecuali yang terjadi di Aceh.
“Pada perang Aceh melawan Belanda, dalam perang pertama menang. Tetapi ketika Snouck Hurgronje masuk dalam penasihat perang, Aceh kalah,” tambahnya.
Khutbah Jihad
Pada masa kekalahan saat itu, ulama Aceh mengobarkan semangat berjuang melalui khutbah jihad. Menurutnya, khutbah Jumat memang menggunakan bahasa Arab. Namun, usai shalat Jumat, khutbah serupa disampaikan secara jelas dalam bahasa Aceh.
Dalam khutbah itu, katanya, pemimpin-pemipin dari Turki Usmani disebut. Selain itu, dalam naskah yang ditemukan juga terdapat doa untuk menghancurkan Belanda. “Namun, keadaan pada abad ke-19, Turki posisinya sudah lemah,” ujar alumnus Pondok Pesantren Darussunnah itu.
Berbeda halnya ketika nama Sultan Turki Usmani disebut dalam khutbah dan diketahui oleh orang-orang Portugis pada abad ke-16. Menurutnya, saat itu Turki Usmani masih menjadi negara Islam yang super power dan ditakuti sampai akhrinya Portugis tidak berani.
Hubungan antara Turki dan Aceh tidak berhenti sampai di situ. Di Turki, terkenal kisah orang Aceh dengan lada sejupa.
Menurutnya, kisah lada itu berawal ketika lada yang dibawa oleh orang Aceh dalam ukuran besar yang dimuat di kapal selama 8 bulan dan mengarungi laut lepas, dihantam badai dan segala macamnya, hingga yang tersisa tinggal segenggam. Akhirnya, Turki tersentuh dan dikirimlah meriam untuk membantu Aceh. Hingga akhirnya meriam itu dijuluki sebagai meriam lada sejupa.
“Jika kita ke Turki, hal yang pertama yang diketahui dari Indonesia itu Aceh,” pungkasnya. (M. Ilhamul Qolbi/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua