Nasional

Kidfluencer dan Komersialisasi Anak di Media Sosial Berdampak Negatif

Rab, 16 Juni 2021 | 14:00 WIB

Kidfluencer dan Komersialisasi Anak di Media Sosial Berdampak Negatif

Ilustrasi media sosial. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online 

Psikolog Rose Mini Agoes Salim, merespons maraknya kemunculan kidfluencer (anak-anak pemilik akun media sosial) sebagai dampak dari penggunaan media sosial yang masif. Hal itu akan berdmapak negatif bagi perkembangan anak.


Menurut dia, fenomena seperti ini akan mengangkat banyak pertanyaan seputar hak privasi anak dan etika dari mengomersialkan anak kecil. Sebab, tidak jarang para kidfluencer masih berusia balita sehingga akun media sosialnya dikendalikan oleh orang tua mereka.


"Kenapa anak di bawah umur itu tanggung jawab orang tua? Karena segala sesuatu harus difilter oleh orang tuanya," kata Rose Mini pada tayangan Narasi News Room dikutip NU Online, Rabu (16/6).


Melihat laju perkembangan pelibatan anak ke dalam dunia digital kian meningkat, ia menegaskan bahwa kegiatan itu jelas ada pro dan kontranya. 


"Selain mengancam hilangnya privasi anak, itu juga berdampak pada perkembangan psiko-sosialnya," ujar Psikolog Lulusan Universitas Indonesia (UI) ini. 


Rose Mini menerangkan dalam perkembangan anak terdapat dua faktor pola asuh yang harus diterapkan orang tua kepada anak-anaknya untuk membentuk tingkah laku dan kecerdasan anak. 


"Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh faktor nature (alami) dan nurture (konstruksi sosial-budaya). Nature merupakan pemberian dari Allah SWT, nurture itu environment (pengasuhan lingkungan), seperti nutrisi, stimulasi, pola asuh, dan lainnya,” terangnya. 


Sementara dalam sosial media konten-konten berbau prank (pura-pura), berbohong, dan sebagainya sangat mudah ditemukan, meskipun hanya dianggap sebagai bahan becandaan. 


Menurutnya, perlakuan seperti itu tidak dibenarkan. Sebab, perlakuan orang tua terhadap anak memberikan kontribusi yang besar terhadap kompetensi sosial, emosi, dan kemampuan kecerdasan intelektual anak. 


"Nah, kalau stimulasinya negatif, itu yang akan terus terekam oleh anak," ungkapnya. 


Secara hukum pengaturan menampilkan anak di media sosial memang belum ada, akan tetapi selagi regulasi ini belum ditetapkan oleh pemerintah maka peran orang tua dalam memperhatikan batasan privasi bagi anak sangat penting. 


"Sebagai orang tua kita yang harus khawatir dan mengajarkan kepada anak bahwa tidak semua sisi kehidupan kita harus masuk ke dalam layar, itu penting," tegas Rose Mini. 


Lebih lanjut, Ia menyampaikan, sebetulnya memasukkan anak ke dalam vlog adalah sesuatu yang tidak begitu penting sebab dalam kehidupannya anak mempunyai kebutuhan untuk menikmati waktunya sendiri, seperti ketika bersedih, menangis, bahagia, dan lainnya.


"Ada privasi, kita harus kasih tahu dia," paparnya. 


Senada, Anita Wahid menyampaikan bahwa ketidaksadaran orang tua mengekspos kegiatan-kegiatan anak di media sosial berpotensi mengancam keamanan fisik dan kesehatan mental sang anak. Akibatnya profiling (pembuatan profil) menjadi rentan digunakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.


"Sharing in Parenting ini sangat berbahaya karena orang lain bisa membuat profil anaknya sehingga anak rentan. Ketika sudah diprofiling, si anak ini bisa dijadikan target yang macam-macam, seperti penculikan, dan hal yang tidak diinginkan lainnya," kata Anita.


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad