Nasional KH WARSUN MUNAWWIR WAFAT

Kiai yang Penulis Kamus dan Mantan Wartawan

Kam, 18 April 2013 | 05:25 WIB

Yogyakarta, NU Online
"Saya  juga wartawan", ujar Kiai Warson sambil bergegas mengambil kartu PWI dan memperlihatkannya Kepada pengurus Ekayastra Unmada yang berkunjung ke kediamannya di Komplek Q Pesantren Al-Munawwir Jogjakarta, Februari 2013.
<>
Ketua Ekayasastra Unmada, yang juga wartawan senior, AM Putut Prabantoro memperlihatkan kekagumannya pada sosok Kiai sederhana yang lahir  Jum’at Pon jam 00.30, tanggal 22 Sya’ban tahun Wawu (1865) 30 Nopember 1934/20 Sya’ban 1353 H. 

"Saya diajak Kang Maman, bertemu para Kiai NU.  Mereka mempunyai karakter yang patut jadi tauladan. Kesederhanaan, dan keikhlasaan menjalani tirakat kehidupan sangat menonjol dalam kepribadian mereka. Saya melihat itu pada diri Kiai Warson, penulis Kamus Al-Munawwir dan juga wartawan. Kami sangat kehilangan", ujar Putut saat diberi tahu soal wafatnya Kiai yang punya nama lengkap, KH Achmad Warson Munawwir, Kamis, 18/4 2013 pukul 06.00 WIB. Almarhum adalah putra pendiri Pesantren Al-Munawwir, pesantren salafiyah tertua di Jogja, KH M Munawwir 

Kiai Maman Imanulhaq, sekjend Ekayastra yang akrab dipanggil kang Maman, punya kenangan tersendiri dengan almarhum. Puteri pertamanya, Fahma Amirotulhaq, sengaja dititipkan di Kiai Warson, "Supaya puteriku jadi NU tulen dan belajar dari sifat rendah hati dan ketekunan Kiai Warson," alasan Kang Maman.

Saat Kiai Warson berencana dioperasi di Jakarta, kang Maman berkali-kali dihubungi asisten Kiai Warson Mas Hadi bahwa Kiai ingin bertemu. Maka seusai pertemuan dengan Wakapolri di Trunojoyo, Kang Maman bersama salah satu ketua PBNU, H. Muhyyidin Arubusman, menemui Kiai Warson di satu apartemen di Tebet. Dalam pertemuan ini Kiai Warson mengungkapkan keinginannya untuk "Pulang" ke Krapyak. 

Kiai Warsun pun bercerita tentang hubungan erat dua Ormas besar NU dan Muhamadiyah, bahkan diikat tali persaudaraan yang kuat. " Istri Kiai Dahlan itu keluarga pesantren kami," ujar Kiai Warson. Ia menuturkan kiprah para alumni pesantren di semua bidang kehidupan.

"Yang penting ilmu itu manfaat dan mashlahat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," nasehat Kiai Warson. 

"Saya dan kang Maman dipeluk erat oleh almarhum. Sambil terus tersenyum, menutupi rasa sakitnya, Kiai Warson memberi support agar terus membina umat," kenang Muhyyidin.

Tidak hanya kaum Nadhiyyin, bangsa Indonesia kehilangan tokoh yang penuh semangat, vitalitas, sederhana dan renda hati. Karakter yang banyak hilang pada sosok mereka yang hari ini "mengaku" pemimpin.

Selamat Jalan, Kiai Warson!. Kamus Al-Munawir, Perjalanan Kewartawanan dan mengasuh Pesantren telah membuktikan bahwa dengan mengabarkan dan kerja keras kehidupan ini telah Engkau maknai

 

Redaktur: Mukafi Niam