Nasional BEDAH BUKU KIAI SUYUTHI GUYANGAN

Kiai Suyuthi Guyangan; Sederhana dalam Sikap, Besar dalam Bakti

Sen, 30 September 2019 | 12:15 WIB

Kiai Suyuthi Guyangan; Sederhana dalam Sikap, Besar dalam Bakti

Penulis buku 'KH A Suyuthi Abdul Qadir Guyangan; Penerus Perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari', Jamal Ma'mur Asmani pada diskusi dan bedah buku di Gedung PBNU, Sabtu (28/9) (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)

Jakarta, NU Online
Seandainya KH A Suyuthi Abdul Qadir tidak mengabdi di lingkungan masyarakat Guyangan, Pati, kemungkinan besar warga setempat tidak akan memahami ajaran Islam.
 
Penulis buku KH A Suyuthi Abdul Qadir Guyangan; Penerus Perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari, Jamal Ma'mur Asmani mengungkapkan hal itu pada diskusi dan bedah buku di Gedung PBNU, Sabtu (28/9).
 
Jamal juga menceritakan Kiai Suyuthi yang biasa dipanggil Mbah Syuthi, adalah orang yang ramah. Jamal dengan bahasa ringan menceritakan bagaimana sosok Mbah Suyuthi dengan cantik dan menampilkan ketokohan murid kesayangan KH M Hasyim Asyari itu.

"Mbah Suyuthi adalah sosok pencari dan pengelana ilmu yang tidak puas mereguk lautan ilmu sepanjang hayat. Pesantren satu ke pesantren yang lain, sehingga terkumpul lautan ilmu dan hikmah yang matang yang bisa diambil madunya oleh siapapun," kata Jamal.

Jamal juga menyebutkan, salah satu episode intelektual KH A Suyuthi yang sangat memengaruhi keilmuan, karakter, dan perjuangannya adalah belajar di Pesantren Tebuireng di bawah asuhan KH M Hasyim Asy'ari.
 
"Hadlratussyaikh Kiai Hasyim Asy'ari saat itu menjadi pusat keilmuan ulama Nusantara. Kiai Hasyim mengajarkan kepada Kiai Suyuthi membangun masyarakat dengan kearifan, keteladanan, dan pengorbanan. Seorang kiai tidak boleh hanya duduk manis di menara gading tanpa bersentuhan dengan masyarakat," Jamal mengisahkan.

Saripati ajaran Mbah Hasyim tersebutt, kemudian diterapkan betul oleh Kiai Suyuthi di Guyangan. Acap kali Kiai Suyuthi mengajak masyarakat duduk bersama lalu menanyakan satu-satu warganya apakah sudah makan atau belum.

Secara khusus, Mbah Hasyim juga mengingatkan Suyuthi muda untuk berlaku sederhana dalam hidup, tidak sombong, dan mendahulukan kepentingan bersama. Tindak tanduk yang dibawa Kiai Suyuthi dibalas oleh masyarakat dengan kecintaan yang begitu kuat kepada tokoh pesantren ini.
 
"Saat Mbah Suyuthi wafat, masyarakat sekitar meminta jenazahnya dimakamkan di makam umum saja bersama masyarakat lainnya. Dengan harapan masyarakat bisa ketularan barakah dan bisa juga bebas untuk ziarah," ungkap Alumni Pesantren Mat'alul Falah Kajen ini.
 
Pada diskusi yang diinisiasi oleh Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum (Ikamaru) ini, Jamal mengungkapkan, hubungan Jamal sendiri dengan Pesantren Raudlatul Ulum yang didirikan Kiai Suyuthi begitu dekat. Keluarga besarnya rata-rata pernah belajar di Raudlatul Ulum, termasuk istrinya juga alumni pesantren yang kini dipimpin oleh KH M Najib Suyuthi.

Ketertarikan Jamal dengan sosok Kiai Suyuthi tak lepas dari keberhasilan sosok kiai yang pernah lima tahun belajar di Makkah ini dalam memimpin Nahdlatul Ulama Pati, Jawa Tengah. Saat itu, Kiai Suyuthi memimpin ulama besar seperti KH Abdullah Zain Salam, KH MA Sahal Mahfudz, KH Abdullah Rifa'i dan KH Abdul Hamid.

Sosok kharismatik terpancar dari keengganan ulama lain menempati jabatan lebih tinggi dari Kiai Suyuthi. Mereka malah memilih mendukung secara totalitas dari bawah dalam membesarkan NU di Pati.
 
"Sosok apa adanya ala Kiai Suyuthi ternyata menarik banyak ulama besar untuk berteman dengannya. Dibantu pengalamannya belajar di Tebuireng, Kiai Suyuthi memiliki hubungan dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Mustain Romli, KH Bisri Mustofa, KH Ma'shum Lasem dan KH Baidlowi," kata Jamal.

Selain itu, jaringan alumni Pesantren Tebuireng membuat Mbah Suyuthi akrab dengan Kiai Wahab, Kiai Bisri, dan khusus KH Bisri Mustofa kalau ada khataman atau pengajian pasti diminta mengisi ceramah agama di Guyangan.
 
Pengaruh Tebuireng memang tak bisa dinafikan dari hidup Kiai Suyuthi. Saat di Tebuireng ia terlibat diskusi mendalam dengan tokoh besar KH A Wachid Hasyim tentang konsep madrasah. Sekembalinya ia ke Gayungan, Kiai Suyuthi mulai menebarkan cahaya ilmunya lewat pendirian madrasah.
 
Meskipun model madrasah, santri Kiai Suyuthi seperti pesantren salaf pada umum dalam tingkat keilmuan. Santri mulai berdatang, mulai dari tetangga hingga berbagai wilayah di nusantara. Kurikulumnya saat itu memadukan kitab kuning sebagai identitas utama dengan kurikulum formal. Sehingga lulusannya bisa melanjutkan kependidikan lebih tinggi.
 
"KH A Suyuthi membaca transformasi pendidikan Pesantren Tebuireng yang dilakukan putra gurunya, KH A Wachid Hasyim. Saat itu sistem di Tebuireng dirombak dengan model baru yang ada pelajaran bahasa asing dan materi umum. Ini juga diterapkannya saat kembali ke Guyangan," beber Jamal.
 
Ketulusan pengabdian Kiai Suyuthi, dan kemampuan adaptasi di tengah masyarakat yang majemuk merupakan keahlian lain langka darinya. Kehilangan begitu besar terlihat saat ia pergi menghadap Sang Khaliq, ribuan masyarakat tumpah ruah mengantar ketempat peristirahatan terkakhir.
 
"Derai air mata pecah di tengah lautan manusia untuk melepas sosok yang mereka cintai. Kiai Suyuthi begitu berarti bagi mereka, hingga kini makamnya terus diziarahi," tutup Jamal.
 
Diskusi dan bedah buku dibuka oleh putra Kiai Suyuthi yang juga Pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, KH M Najib Suyuthi. Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pelantikan Pengurus Ikamaru Cabang Jakarta. 
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan