Nasional

KH Miftachul Akhyar: Halusnya Tipu Daya Setan Bagaikan Aliran Darah

Sab, 6 November 2021 | 16:25 WIB

KH Miftachul Akhyar: Halusnya Tipu Daya Setan Bagaikan Aliran Darah

Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menerangkan bahwa tipu daya setan sangat halus bagaikan aliran darah.


Sebagai makhluk yang tampak, terang Kiai Miftach, manusia selalu menjadi potensi dari permainan makhluk tak kasatmata, termasuk setan. Lantaran manusia disetir oleh hati dan pikiran, hasutan dan tipu daya setan menjadi hal yang perlu ditamengi dengan meminta bantuan Allah swt.


“Pokoknya kaidahnya begini: di mana barang yang tampak atau makhluk yang kelihatan mata, pasti kalah dengan makhluk yang tidak tampak,” terang Kiai Miftachul Akhyar pada ngaji Al-Hikam di TVNU, Jumat (5/11/2021).


Oleh karena itu, Kiai Miftach mengatakan pentingnya menjaga hati untuk tidak goyah kepada segala bentuk bujuk rayu setan dengan berdoa dan memohon pertolongan Allah. Pasalnya, setiap hari di hati manusia, setan dan malaikat dikatakan terus berkeroyok untuk menguasai hati seseorang.


“Kita ini sebenarnya setiap hari perang terus dalam hati. Malaikat dengan setan terus perang, saling mendahului. Hati kita ini menjadi rebutan,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya tersebut.


Selain meminta pertolongan Allah dari bujuk rayu setan, perihal menjaga hati ini, Kiai Miftach juga menjelaskan perlunya memiliki kemantapan hati dalam setiap hal yang dilakukan.

 

 

Ia mengisahkan sebuah peristiwa saat Rasulullah melihat para pekebun kurma seraya ia mengatakan jika mereka ingin kurmanya berbuah lebat, maka jangan dikawinkan. Spontan para pekebun heran. Berkaca pada tradisi dari nenek moyang yang selalu mengawinkan kurma untuk bisa berbuah, mereka dilema. Di satu sisi meragu karena perintah Sang Nabi berbanding terbalik dengan tradisi. Di sisi lain, mereka meyakini bahwa utusan Allah swt tidak mungkin bicara bohong.


Lah, ini Rasulullah sebagai utusan Allah yang tidak pernah bohong kok, memerintahkan jangan dikawinkan (kurmanya). Tapi karena Rasulullah yang minta, ya dilakukan (meski dengan keraguan). Akhirnya, apa? Hancur tidak berbuah,” ungkap kiai kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu.


Peristiwa tersebut, sambung Kiai Miftach, bukanlah menunjukan ketidakmampuan Rasulullah. Melainkan, Rasul ingin memperkenalkan kekuatan di luar kebiasaan, apabila para pekebun tersebut melaksanakan anjurannya penuh yakin dan mantap.


“Ada suatu hal yang istimewa bagi umat Islam yang beriman. Hal ini tidak melalui hukum kausalitas, tidak melalui aturan-aturan alam dan itu dijanjikan kepada umat Islam, yaitu rezeki min haitsu lâ yahtasib (dari jalan yang tidak disangka-sangka). Tapi syaratnya apa? Harus mantep nggak ragu-ragu,” terangnya.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin