Jakarta, NU Online
Setelah Ma’had Aly sebagai perguruan tinggi berbasis pesantren pada jenjang Pendidikan Diniyah Formal (PDF) diresmikan bulan Mei 2016 lalu, kini Kementerian Agama (Kemenag) juga meresmikan sekolah berbasis pesantren yang meliputi Pendidikan Diniyah Formal tingkat Ula (setingkat MI/SD), Wustho (setingkat MTs/SMP), dan Ulya (setingkat MA/SMA/SMK).
Peresmian bertajuk Dari Pesantren untuk Bangsa ini dilaksanakan, Senin (1/8) di Pondok Pesantren Minhaajurrasyidiin Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pada tahun pertama, Kemenag meresmikan 12 PDF tingkat Wustho dan Ulya dari seluruh Indonesia. Penetapan legalitas ini juga disertai penyerahan Surat Keputusan (SK) izin operasional kepada 12 PDF tersebut.
Hadir dalam acara peresmian ini di antaranya Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI Mohsen, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pendidikan Diniyah Ahmad Zayadi, Pengasuh Pesantren Darurrohman KH Syukron Makmun, Kakanwil Kemenag DKI Jakarta Abdurrahman, Ketua Yayasan Minhaajurrasyidiin Nur Faizi Suwandi, Ketua MUI DKI Jakarta KH Syarifuddin Abdul Ghani, Pengasuh Pesantren Minhaajurrasyidin KH Asy’ari Akbar, dan Asosiasi Pondok Pesantren se-DKI Jakarta.
Kasubdit Pendidikan Diniyah Ahmad Zayadi menerangkan, legalitas Pendidikan Diniyah Formal pada tingkat Ula, Wustho, maupun Ulya yang berbasis di pesantren menetapkan satuan pendidikan di pesantren ini setara dengan lembaga pendidikan formal lain seperti madrasah dan sekolah umum.
“PDF pada berbagai tingkatan ini merupakan jenis layanan pendidikan keagamaan Islam yang bersifat formal. Karena pendidikan keagamaan Islam, maka tujuannya untuk mencetak para kader ulama yang ahli di bidang ilmu agama Islam,” ujar Zayadi.
Karena tujuannya untuk mencetak ahli-ahli di bidang ilmu agama Islam, lanjut Zayadi, maka kurikulum yang diterapkan di Pendidikan Diniyah Formal kebalikan madrasah. “Jika di madrasah porsi ilmu umum 75 persen dan ilmu agama 25 persen, maka PDF sebaliknya, 75 persen ilmu agama Islam dan 25 persen ilmu umum,” imbuhnya.
Dikatakan Zayadi, karena PDF ini dilksanakan di pesantren, maka pembelajarannya harus berbasis kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Hal ini yang menjadi pembeda (distingsi) dengan layanan pendidikan keagamaan lain. Dia mengakui bahwa layanan pendidikan ini memang baru, tapi pihaknya akan terus berkomitmen mengembangkan PDF ini dari tingkat Ula, Wustho, Ulya hingga Ma’had Aly sebagai lembaga pencetak kader ulama.
Senada dengan Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen menjelaskan, PDF merupakan pendidikan berbasis ponpes yang dirancang Kemenag untuk mewujudkan ulama masa depan yang menguasai ilmu agama dengan baik namun tetap menjunjung tinggi toleransi di masyarakat.
"Peluncuran ini merupakan bagian dari tantangan Kemenag memainkan peran strategis untuk membentuk masyarakat yang semakin religius namun toleran melalui pendidikan formal berbasis pesantren," ujar Mohsen yang hadir mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag berhalangan hadir karena ada agenda rapat dengan Presiden RI Joko Widodo.
Lebih lanjut, Mohsen berharap bahwa melalui PDF ini, lulusan sekolah berbasis pesantren ini juga mampu bersaing dengan lulusan sekolah formal lain dengan menggunakan ijazah formal yang diperoleh usai kelulusan. (Fathoni)