Keluarga Pasien Covid-19 Butuh Dukungan Secara Psikologis
NU Online · Rabu, 1 April 2020 | 12:45 WIB

Virus corona tidak hanya menelan korban, tetapi menyisakan juga penyakit mental di China. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan permintaan terapi, hotline konseling, dan kelompok kesehatan online.
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
“Dampak psikologi keluarga korban pasien positif corona pasti ya mereka terpukul. Karena tidak bisa menemani, di ICU pun mereka tak boleh dekat harus dari jarak yang sangat jauh. Itu pastinya terpukul,” kata Fajar kepada NU Online, Rabu (1/4).
Dia menambahkan, tidak ada solusi dari persoalan selain keikhlasan dan kerelaan keluarganya. Sebab, ucap dia, WHO sudah memberikan peringatan keras untuk tidak sekali-kali mendekati pasien yang terpapar virus corona.
“Mereka harus diberikan pemahaman agar dapat mengikhlaskan diri, karena tidak dapat melihat dan menemui mereka (anggota keluarganya),” ucapnya.
Menurut Fajar, keikhlasan dan kerelaan itu bukan masalah yang gampang apalagi menyangkut orang yang mereka kasihi. Oleh karena itu, kehadiran pihak-pihak yang dapat menenangkan emosi keluarga korban sangat penting.
Keluarga harus diingatkan bahwa covid-19 adalah penyakit berbahaya. Penyakit baru ini dikabarkan belum ditemukan obatnya. Ia cepat menyebar dan berpotensi meninggal dunia terhadap pasien terpapar meskipun potensinya tidak besar.
“Pihak keluarga yang ditinggalkan perlu mengikhlaskan, seikhlas-ikhlasnya. Mungkin itu susah tapi memang hanya ini solusinya. Ini penyakit berbahaya, penyakit baru,” tuturnya.
Seperti dijelaskan oleh sejumlah Psikolog China beberapa waktu yang lalu, virus corona tidak hanya menelan korban meninggal atau sakit secara fisik. Virus Covid-19 ini juga menyebabkan penyakit mental di China. Hal itu dibuktikan dengan peningkatan permintaan terapi, hotline konseling, dan kelompok kesehatan online di China.
“Setiap hari kami memiliki sekitar 20 penelpon. Beberapa orang telah menyaksikan kerabat mereka binasa tanpa akses pada obat-obatan pada hari-hari awal virus, ketika tidak ada cukup tempat tidur rumah sakit," kata seorang psikolog bermarga Xu, yang bekerja di sebuah rumah sakit di Wuhan dikutip NU Online dari AFP.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Kabar Duka: Ibrahim Sjarief, Suami Jurnalis Senior Najwa Shihab Meninggal Dunia
6
Ribuan Ojol Gelar Aksi, Ini Tuntutan Mereka ke Pemerintah dan Aplikator
Terkini
Lihat Semua