Nasional

Kauman, Masjid Sememen, dan NDM

NU Online  ·  Jumat, 3 Mei 2013 | 01:15 WIB

Solo, NU Online
Sebagai salah satu kampung tua yang ada di Solo, Kauman menyisakan eksotisme jejak masa lalu yang perlu dilestarikan. Terdapat sejumlah bangunan yang menjadi saksi keistimewaan kampung itu.<>

Salah satu yang dimiliki Kauman adalah peninggalan masjid dan langgar yang bangunannya memiliki ciri khas yang tak bisa dipisahkan dengan bangunan keraton Kasunanan Solo, yakni Jawa klasik. Perpaduan antara gaya Eropa abad pertengahan dengan gaya Jawa yang sarat dengan kayukayu berukir.

Di Kauman sendiri, masih banyak sejumlah bangunan dan langgar peninggalan masa lalu yang masih utuh dan terawat. Salah satu peninggalan yang masih bisa disaksikan adalah masjid Sememen yang dulu difungsikan sebagai langgar. Merupakan peninggalan dari Ketib atau Khotib Sememi.

Seorang tokoh pengulu agama bergelar Kanjeng Kiai Pengulu (KKP) Tafsir Anom yang makamnya di Pajang satu kompleks dengan makam para pengulu lain dari Kauman.

Masjid Sememen, semula merupakan tanah wakaf dari Ketib Sememi ini. Dibangun tahun 1890 Masehi. Dengan bangunan bergaya Indies Jawa klasik.

Yang cukup menarik dari masjid ini, selain arsitekturnya yang masih asli, menara masjid yang tak begitu tinggi di sebelah kanan masjid itu sangat mirip dengan menara Panggung Sangga Buwana yang dimiliki keraton Kasunanan. Berbentuk heksagonal yang memiliki arti arah mata angin dan empat unsur alam, yakni air, angin, api dan tanah.

Masjid Sememen memang menjadi satu bagian tak terpisahkan dari sejarah Kauman. Karena di kampung itu pula terdapat sebuah bangunan sekolah yang diberi nama Nahdlatul Muslimat (NDM). Namun pembaca mungkin akan sedikit salah kira, meskipun mengandung dua kata yang sangat lekat dengan NU, yakni ‘Nahdlatul’ dan ‘Muslimat’, namun sayangnya NDM ini bukan merupakan underbouw dari NU ataupun Muslimat NU. NDM ini merupakan sebuah organisasi pergerakan kaum wanita yang berdiri tahun 1931 di Solo.

Sebelum tahun 1990-an, konon NDM sempat mengalami masa kejayaan. Murid-muridnya banyak yang datang tidak hanya dari Solo saja, namun sampai ke Jawa Timur. Konon hal ini disebabkan adanya kemiripan nama dengan Nahdlatul Ulama sehingga NDM dianggap berafiliasi kepada NU. Padahal, NDM justru lahir bukan dari para tokoh-tokoh NU Solo dan tidak memiliki hubungan organisasi sama sekali dengan NU. Setelah NDM diketahui bukan bagian dari afiliasi organisasi NU, maka santri-santri dari Jawa Timur pun mulai habis hingga tak tersisa sama sekali.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin