Keluarga besar pesantren Krapyak Yogyakarta, Sabtu (27/1) malam memperingati haul ke-29 Almagfurlah KH Ali Maksum. Haul digelar untuk meneladani kiprah perjuangan KH Ali Maksum yang semasa hidup dikenal sebagai tokoh modernis NU, yang menjadi motor penggerak terjadinya perubahan dan pembaharuan di tubuh NU.
Sebagai putra seorang pengasuh pesantren dan ulama besar yang berpengaruh di lingkungan NU, KH Ali Maksum dituntut untuk membekali diri dengan berbagai disiplin ilmu. Agar kelak dapat meneruskan cita-cita perjuangan ayahnya, KH Ma’sum Lasem Rembang, KH Ali Maksum muda dikirim oleh ayahnya untuk nyantri kepada KH Dimyathi Abdullah di Pesantren Tremas Pacitan.
KH Ali Maksum mulai nyantri di Pesantren Tremas saat usianya menginjak 12 tahun, tepatnya pada tahun 1927 M. Di pesantren ini, ia tinggal di sebuah bangunan asrama yang sangat sederhana. Bangunan ini menjadi saksi bagaimana KH Ali Maksum sangat tekun dan giat belajar dalam mempelajari khazanah keilmuan.
Kiai Ali Maksum konon setiap harinya tidak lepas dari kitab-kitab besar. Semangat belajarnya hebat melampaui usianya yang sangat muda dan melintasi batas-batas yang ditetapkan pesantren. Ia sering tidak tidur sampai larut malam, sehingga tidak aneh jika kamarnya terlihat tidak rapi, karena di sana-sini banyak kitab-kitabnya berserakan dalam keadaan terbuka.
Selama belajar di Pesantren Tremas, ia tampak paling menonjol di antara para santri yang lain dan sudah menampakkan bakat-bakat keulamaannya. Hal ini bukan disebabkan oleh kebesaran nama ayahnya, akan tetapi disebabkan oleh kejeniusan otak, ketekunan belajar, kedalaman ilmu, keluasan wawasan, penguasaannya terhadap kitab-kitab kuning, dan jiwa kepemimpinannya. Tidak heran bila sang guru, KH Dimyathi mempercayainya untuk ikut membantu mengajar para santri yang lain. Saat di Tremas, Kiai Ali Maksum termasuk salah satu santri yang mempelopori sistem pendidikan pesantren modern yaitu sistem madrasah.
Sabtu (27/1) siang, NU Online berkesempatan mengunjungi bangunan tempat di mana Kiai Ali Maksum muda menghabiskan masa belajarnya di Pesantren Tremas. Bangunan asrama yang terletak di sebelah selatan masjid Pesantren Tremas ini nampak berbeda dari asrama yang lainya. Bangunan yang kini didominasi cat warna biru muda ini hanya terdiri dari satu lantai. Sementara bangunan asrama yang lain terdiri dari dua lantai.
“Menurut riwayat dari sesepuh terdahulu, KH Ali Maksum Krapyak dulu pernah tinggal di asrama ini. Selain itu KH Abdul Hamid Pasuruan, Prof Mukti Ali juga pernah tinggal di asrama ini,” tutur Ustadz Masruhan, salah seorang pengurus Pesantren Tremas.
Memasuki bangunan kuno ini, kesan nuansa masa lalu dan keramat masih terasa kuat. Terdapat 10 kamar santri di dalamnya dengan ukuran yang tidak terlalu besar, bahkan bisa dikatakan sempit dan sumpek. Namun siapa sangka dari bangunan yang amat sederhana ini lahir para santri yang kelak menjadi ulama dan tokoh-tokoh berpengaruh.
Walaupun usia bangunan ini sudah mencapai satu abad namun bentuk bangunan tidak berubah sama sekali. Bangunan asrama ini masih tetap terjaga dan kokoh berdiri diantara belasan asrama lainya. Asrama ini diberi nama Al-Ausath karena letaknya yang berada tepat di tengah kompleks Pesantren Tremas. Selain itu letak bangunan ini berhadapan langsung dengan kediaman pengasuh pesantren.
“Asrama ini sering digunakan oleh para santri dari luar daerah atau para peneliti sejarah untuk tabarrukan (berharap berkah) dari para kiai-kiai sepuh terdahulu,” imbuhnya.
Asrama tersebut sebagaiman amanat dari pengasuh pesantren sebelumnya, sampai saat ini tidak pernah dipugar. Hanya beberapa kali perbaikan saja jika ada yang rusak atau pengecatan. Bangunan ini menjadi prasasti sejarah yang sangat berharga yang masih dimiliki Pesantren Tremas. (Zaenal Faizin/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Temui Menkum, KH Ali Masykur Musa Umumkan Keabsahan JATMAN 2024-2029
2
Baca Doa Ini untuk Lepas dari Jerat Galau dan Utang
3
Cara KH Hamid Dimyathi Tremas Dorong Santri Aktif Berbahasa Arab
4
Jadwal Lengkap Perjalanan Haji 2025, Jamaah Mulai Berangkat 2 Mei
5
Apel Akbar 1000 Kader Fatayat NU DI Yogyakarta Perkuat Inklusivitas
6
Pengurus Ranting NU, Ujung Tombak Gerakan Nahdlatul Ulama
Terkini
Lihat Semua