Nasional MENYAMBUT HARI GURU NASIONAL 2018

Jaring dan Salurkan Bakat Siswa, Guru Madrasah Ini Gagas 'MUKIDI'

Sab, 24 November 2018 | 09:45 WIB

Jaring dan Salurkan Bakat Siswa, Guru Madrasah Ini Gagas 'MUKIDI'

Abdul Aziz Tata Pangarsa (istimewa)

Namanya unik, seunik orangnya itu lah kesan pertama saat mendengar nama Abdul Aziz Tata Pangarsa. Secara filosofis, nama pria kelahiran Malang, 19 Januari 1984 ini mengandung makna mendalam harapan orang tua untuk kehidupan Sang Putra. Suatu hari, pria yang akrab dipanggil Pak Aziz ini pernah bertanya pada ayahnya, Terba'i Qodri tentang arti nama dirinya, ayahnya pun menjawab sederhana.

"Abdul Aziz itu pemilik pom bensin yang kaya raya, tapi orangnya tidak bisa membaca, terus kalau Tata Pangarsa itu nama dosen yang pandai sekali, nama lengkapnya Chumaidi Tata Pangarsa. Harapannya, kamu ke depan bisa jadi orang yang kaya dan pintar seperti Pak Chumaidi Nak," papar sang ayah yang seorang tukang becak.

Secara tidak langsung, penjelasan sang ayah membawa dampak positif bagi semangat Pak Aziz untuk memperbaiki diri dan selalu berinovasi. Tak ayal, bapak lima anak ini banyak menerima penghargaan serta seringkali menjadi perwakilan tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga ke tingkat Nasional sebagai pendidik berprestasi. 

Di sekolah, Pak Aziz dikenal sebagai pelopor program MUKIDI, program inovatif yang menitikberatkan bagaimana seorang murid bisa mengeksplorasi diri. MUKIDI adalah singkatan dari Madrasah Unjuk Kreasi Inovatif Demokratis dan Inspiratif.

Tidak sekadar itu, dia juga dikenal sebagai penggerak literasi yang selalu konsisten untuk menulis hingga menelurkan belasan buku ontologi dan buku tunggal tulisan pribadi. "Kalau menulis memang sudah jadi hobi, saya saja sekarang ini ikut sekitar 6 group komunitas penulis," ujarnya mengawali kisah tentang semangat literasinya. 

Menurutnya, dengan keikutsertaan dirinya di grup-grup jurnalistik hal itu menjadi peraturan dan cambuk untuk rutin menulis bulanan. "Satu bulan bisa menulis lebih dari 5 tulisan, sebab setiap komunitas yang saya ikuti punya peraturan ketat untuk menguji komitmen anggotanya. Tak taat aturan, admin group tak segan mendepaknya," ungkapnya.

Karena aturan itu pula, Aziz mulai menulis berbagai tulisan dan dibukukan. Dalam rumus bulanan hidupnya dia harus menulis dengan kategori hukum menulis yang dibuat sendiri sebagai ikhtiar untuk mengusir malas yang kadang menghinggapi.

"Jadi menulis bulanan itu hukumnya wajib dan ada juga yang Sunnah tapi wajib. Kalau yang wajib itu menulis yang tema besarnya sudah ditentukan, kalau yang Sunnah tapi wajib itu temanya bebas tapi ya tetap wajib ditulis," paparnya panjang lebar. 

Semua komitmen yang dia lakukan untuk Istiqomah menulis memang diawali dengan tuntutan yang diterapkan dalam komunitas yang diikutinya, namun lama kelamaan tuntutan itu jadi kebiasaan. Kalau sudah terbiasa, ya rasanya sulit untuk ditinggalkan. Tak hanya berupaya memperbaiki diri sendiri, semangat literasi pun dia tularkan ke murid-murid yang dia ajar dengan menggalakkan Madrasah Unjuk Kreasi, Inovasi, Demokrasi dan Inspirasi yang akrab dikenal dengan Mukidi. 

"Jadi di MI Miftahul Abror ini ada program 'Mukidi'-an di mana siswa berinovasi dengan kemampuan mereka sesuai keahlian masing-masing yang dimulai dari kelas. Kemampuan ini pun tidak terbatas sekadar kemampuan menulis tapi juga puisi, pidato, mendongeng, karena literasi menurut saya tidak hanya sekadar menulis," ucapnya. 

Setiap siswa yang memiliki kreativitas terbaik di kelas akan menjadi perwakilan kelas dalam agenda panggung 'Mukidi' setiap satu bulan sekali yang disaksikan semua stakeholder sekolah hingga wali murid langsung. Kemudian, mereka juga akan tampil setiap perpisahan sekolah. 

Alhasil, dari program Mukidi ini lah muncul bibit-bibit siswa kreatif yang memang digodok untuk berkompetisi serta agar siap beradu dengan lembaga-lembaga lain saat ajang kejuaraan tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi maupun Nasional. 

"Saat ajang Porseni maupun Aksioma banyak siswa MI Miftahul Abror yang jadi jawara ya salah satu persiapannya ya dengan Mukidi ini," jelas Aziz. 

Selain inovasi pelopor program Mukidi, Pak Aziz juga menjadi guru berprestasi tingkat Provinsi tahun 2017, dan bahkan dia memiliki program inovasi pembelajaran pemantapan nilai-nilai Pancasila yang membawanya meraih Juara Harapan I Anugerah Konstitusi tingkat Nasional tahun 2018. Penghargaan itu diraih setelah bersaing ketat dengan guru-guru Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibitidaiyah (MI) se-Indonesia. 

"Yang jelas saya senang bisa meraih penghargaan ini, banyak pengalaman berharga. Oya...untuk inovasi yang dipaparkan waktu menjadi finalis Anugerah Konstitusi saya tidak berani menginformasikan soalnya sudah terikat janji dengan MK terkait hak paten inovasi tersebut yang tidak boleh sembarang dipublikasikan," pungkasnya. (Nidhomatum MR)