Nasional HARI BURUH

Jangan Alasan Ada Wabah, Pengusaha Lalaikan Upah dan THR

Jum, 1 Mei 2020 | 10:05 WIB

Jangan Alasan Ada Wabah, Pengusaha Lalaikan Upah dan THR

Pemerintah harus serius menindak pengusaha nakal yang bersembunyi di balik wabah corona dengan melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak, maupun yang berpura-pura tidak mampu membayar gaji dan THR. (Ilustrasi)

Jakarta, NU Online
Siapa yang berlaku zalim terhadap upah seorang pekerja/buruh, maka haram baginya bau surga (haram baginya surga).
 
Anggota Komisi IX DPR RI Anggia Erma Rini mengingatkan pesan Nabi SAW tersebut, sebagaimana disampaikan Abu Hurairah dalam hadits yang sangat panjang ketika Nabi berkhutbah di Madinah.
 
"Rasulullah mengingatkan kita agar tidak berlaku sewenang-wenang dan zalim kepada buruh. Ini relevan dengan situasi sekarang. Sebagian pengusaha yang masih mampu, jangan ambil kesempatan atas nama pandemi wabah, lalu main PHK seenaknya, bahkan tidak memberikan THR mereka," ujar Anggia dalam keterangan pers, Jumat (1/5/).
 
Anggia meminta pemerintah agar serius menindak pengusaha nakal yang bersembunyi di balik wabah corona dengan melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak, maupun yang berpura-pura tidak mampu membayar gaji dan THR.
 
"Kita memaklumi yang memang benar-benar terdampak imbas Covid-19, namun sebenarnya masih banyak pengusaha papan atas yang portofolio perusahaannya masih kuat, namun ikut-ikutan ambil kesempatan mempermainkan buruhnya. Ini yang tidak boleh terjadi. Database pemerintah harus kuat untuk menindak mereka yang nakal ini," kata Anggia.
 
Selain itu, menurut perempuan yang juga Ketum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) ini, hari buruh jangan menjadi ritual tahunan yang diperingati tanpa ada perbaikan signifikan terhadap nasib mereka.
 
"Mumpung RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan ditunda pembahasannya, input dan masukan produktif terhadap pasal-pasal krusial harus dimaksimalkan," ujarnya.

Menurut Anggia, poin-poin untuk menjadi catatan penting perbaikan nasib buruh di antaranya soal upah minimum, pesangon, outsourcing, karyawan kontrak, dan waktu kerja yang proporsional.
 
Selain itu, potensi tenaga kerja asing buruh kasar atau unskilled worker bebas masuk ke Indonesia, jaminan sosial, PHK, dan sanksi pidana untuk pengusaha, juga tidak bisa diabaikan. 

"Pelibatan pekerja dalam penyusunan RUU Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan harus kongkrit. Masukan para pekerja soal klausul-klausul kunci tersebut perlu diakomodir. Sekaranglah saatnya input dan koreksi demi signifikansi perbaikan nasib buruh," ujar Anggia.
 
Sebagai pimpinan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan berbasis perempuan di Indonesia, Fatayat NU, Anggia menegaskan bahwa jika Rasulullah saja melakukan pembelaan terhadap kaum buruh, dan secara langsung menjamin hak-hak buruh dengan melarang seseorang mempekerjakan orang lain kecuali upahnya sudah jelas, maka sebagai umatnya, selayaknya kita meneladani.
 
"Berikan upah kepada buruh sebelum keringatnya kering. Kita pun demikian, jangan menunda-menunda dan terlalu lama dalam memberikan hak buruh. Apalagi sebagian besar buruh di Indonesia adalah perempuan, yang sekaligus ibu rumah tangga. Hukumnya wajib memperhatikan nasib mereka. Inilah misi kesejahteraan dalam agama. Jadi Islam rahmatan lil 'alamin bukan hanya slogan," tegasnya.
 
 
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Fathoni Ahmad