Nasional

Jamu Ketum PBNU, Ini yang Disampaikan Presiden Jokowi

NU Online  ·  Rabu, 11 Januari 2017 | 09:25 WIB

Jamu Ketum PBNU, Ini yang Disampaikan Presiden Jokowi

Jokowi menjamu Kiai Said. (Foto: detikcom)

Jakarta, NU Online
Presiden Joko Widodo kembali melakukan konsolidasi kebangsaan dengan tokoh nasional. Kali ini Mantan Wali Kota Solo itu menjamu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Rabu (11/1) di Istana Negara Jakarta.

Usai melakukan pertemuan empat mata itu, Kiai Said menyampaikan, tujuan obrolannya yang dibarengi makan siang tersebut yaitu silaturrahim membincang kondisi terkini bangsa dan negara. Dalam kesempatan itu, mereka juga membincang kondisi global, baik di ASEAN maupun dunia, terutama dunia Islam.

“Puncak pembicaraan antara lain bagaimana menekan Islam radikal dan intoleran serta bagaimana memperkuat Islam moderat. Itu kata Presiden,” ujar Kiai Said, Rabu (11/1) kepada NU Online di Gedung PBNU Jakarta.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan ini menyampaikan bahwa Jokowi juga meminta agar Islam seperti NU inilah yang harus dipertahankan dan diperkuat. Karena selama ini, NU lah yang terus menyampaikan Islam ramah selain terus berusaha menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Jokowi, Indonesia rugi besar jika tidak mempertahankan Islam moderat yang selama ini dijaga dan terus diperjuangkan oleh NU dan pesantren. Sebab, Jokowi sendiri mengakui, selama ini Indonesia banyak dipuji dunia internasional karena mampu mengembangkan Islam yang berbudaya, moderat dan ramah.

Namun demikian, lanjut Kiai Said, dunia internasional sendiri dikagetkan dengan kasus-kasus intoleransi dan tindakan terorisme yang belakangan ini terjadi di beberapa daerah. 

“Hal ini menyedihkan Presiden dan rakyat Indonesia yang berharap selalu hidup damai dalam kebersamaan,” tutur Kiai Said.

Jokowi dan Kiai Said juga membahas rencana strategis jangka pendek dan jangka panjang terkait menjaga Islam Indonesia agar tetap ramah dan moderat serta menangkal pemahaman Islam radikal.

Perilaku dan tindakan radikal yang selama ini kian marak terjadi di dunia maya dan media sosial juga tidak luput menjadi pembahasan dan bahan evaluasi kedua tokoh tersebut. (Fathoni)