Nasional

Jalan Panjang Kemudahan Investasi

Sel, 16 Juli 2019 | 08:00 WIB

Jalan Panjang Kemudahan Investasi

ilustrasi (republika)

Jakarta, NU Online
Keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memangkas perizinan investasi, sebagaimana disampaikan dalam Visi Indonesia, di Bogor, Ahad (14/7), patut diapresiasi. Namun demikian, harus disadari bahwa hal demikian tidak mudah dan perlu menempuh jalan panjang.

"Perizinan melalui Online Single System (OSS) belum sepenuhnya efektif. Selain itu, banyak perizinan yang dikeluarkan berdasarkan Perda, sementara sekarang Presiden tidak bisa membatalkan Perda bermasalah," ujar Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Roziqin Matlap.

Roziqin menyebutkan, berdasarkan data Kemendagri, pada 2016 terdapat 3.143 Perda Bermasalah, terutama terkait peraturan yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi.

Pria yang juga bekerja sebagai auditor forensik dan auditor hukum ini, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 56/PUU-XIV/2016, semua pembatalan Perda harus melalui mekanisme yudisial reviu ke Mahkamah Agung (MA). "Bisa dibayangkan, bila ada ribuan perda bermasalah, maka betapa panjang prosesnya ketika semua harus ke MA," kata Roziqin.

Roziqin menjelaskan bahwa sebagian kepala daerah berlomba-lomba menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya dengan cara memperbanyak pajak dan retribusi daerah. Ironisnya, papar Roziqin, gubernur dan walikota/bupati sebagai pemilik wilayah, tidak selalu tunduk pada Presiden terkait kebijakan kemudahan investasi.

"Presiden menginginkan kemudahan perizinan, namun kepala daerah justru memperbanyak perizinan. Mereka ini dipilih langsung oleh rakyat. Jadi sebagian mereka merasa pertanggungjawabannya ke rakyat, bukan ke Presiden," ujarnya.
 
Salah satu mekanisme kontrol Presiden terhadap daerah yang bisa diambil adalah dengan penetapan dana perimbangan dari pusat ke daerah. Namun, untuk itu pun menurut Roziqin sudah ada hitung-hitungannya.

Lebih disayangkan lagi, Menteri yang mengambil kebijakan, yang notabene dipilih langsung oleh Presiden, pun tidak sepenuhnya bisa dikontrol Presiden. Untuk menteri yang representasi partai, mereka tentu juga mempertimbangkan suara partainya, yang bisa jadi lebih didengar dari pada suara Presiden.

"Presiden harus memilih menteri yang sevisi, dan tidak ragu menggunakan hak prerogatifnya untuk mengevaluasi menteri secara berkala," tandas Roziqin.

Seperti diketahui, Jokowi pada Ahad (14/7) menyampaikan akan mengundang investasi yang seluas-luasnya. "Jangan ada yang alergi terhadap investasi," kata Jokowi.

Jokowi mengancam akan memberikan ancaman kepada mereka yang menghambat investasi. Menurut Jokowi, melalui investasilah lapangan pekerjaan akan terbuka sebesar-besarnya. "Yang menghambat investasi semuanya harus dipangkas," kata Jokowi. (Red: Kendi Setiawan)