Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menilai alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dicanangkan pemerintah belum tepat sasaran. Akibatnya, sebagian besar anggaran mubazir dan tak mendukung pertumbuhan ekonomi kecil.<>
Pandangan ini mencuat dalam Diskusi Panel Ahli II yang digelar PP ISNU di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (14/5). Selain Ketua Umum PP ISNU Ali Masykur Musa, hadir pula guru besar FE Universitas Brawijaya Ahmad Erani, dan Priagung Rakhmanto dari Reforminer Institute.
Ali Masykur mengatakan, pemerintah harus merelokasi subsidi dengan mengurangi subsidi BBM bagi pemilik kendaraan bermotor yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi berbanding lurus dengan miskinnya infrastruktur publik, terutama fasilitas transportasi umum.
Ali Masykur menjelaskan, dari BBM bersubsidi jenis premium, 53 persen diserap mobil pribadi, 40 persen motor, 4 persen kendaraan usaha, dan hanya 3 persen untuk angkutan umum. Sementara solar dikonsumsi 43 persen oleh mobil barang, 40 persen mobil bus, dan 16 persen mobil pribadi, dan 1 persen angkutan umum.
”Angka-angka ini menunjukkan ketidaktepatan sasaran penerima subsidi karena premium justru dinikmati oleh segmen kelas menengah pemiliki kendaraan pribadi yang kurang mustahik, yang kini jumlahnya 56,5 persen dari seluruh total populasi Indonesia,” katanya.
Menurut dia, realisasi subsidi BBM sejak 2010 selalu melampaui asumsi, baik dalam volume maupun besaran anggaran. Pada 2013 ini, kuota BBM bersubsidi yang dipatok 46 juta kiloliter dengan pagu Rp193 triliun diprediksi akan menumbus 49-50 juta kiloliter dalam realisasinya, dan dapat menguras APBN hingga Rp 297 triliun.
”Padahal subsidinya dari 46 juta kiloliter itu ekuivalen dengan 190-an triliun. Jadi tidak ada manfaat dalam arti percepatan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi kecil dalam konteks BBM,” ujarnya.
ISNU juga mendesak perombakan postur subsidi BBM demi rasa keadilan. Cara yang paling memungkinkan adalah dengan menaikkan harga BBM secara bertahap. Subsidi BBM untuk petani dan nelayan harus ditambah, dengan membangun tambahan jumlah SPBU di sekitar pesisir dengan pola distribusi tertutup.
Dana penghematan, sambung Ali Masykur, dialokasikan untuk program anti-kemiskinan di pedesaan, tetapi bukan dalam bentuk BLT. Sebagian untuk pembangunan infrastruktur publik dan transportasi umum, sebagian lain untuk investasi di sektor energi baru terbarukan agar Indonesia secara perlahan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil.
"ISNU mendukung kebijakan pemerintah dengan syarat, pertama keputusannya cepat, realokasinya diubah, baru (harga BBM) boleh naik," tuturnya.
Penulis: Mahbib Khoiron
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Kabar Duka: Ibrahim Sjarief, Suami Jurnalis Senior Najwa Shihab Meninggal Dunia
6
Ribuan Ojol Gelar Aksi, Ini Tuntutan Mereka ke Pemerintah dan Aplikator
Terkini
Lihat Semua