Nasional

Ini 7 Catatan Penting Permufakatan Yogyakarta

NU Online  ·  Sabtu, 3 November 2018 | 14:30 WIB

Ini 7 Catatan Penting Permufakatan Yogyakarta

Menag RI di Yogyakarta

Bantul, NU Online
Kementerian Agama baru saja menggelar Sarasehan Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya di Yogyakarta. Sarasehan yang diikuti para agamawan dan budayawan ini menghasilkan enam point rumusan Permufakatan Yogyakarta.

Sarasehan berlangsung dua hari, Jumat-Sabtu, 2-3 November 2018 di Bantul Yogyakarta. Kegiatan ini dibuka dan ditutup oleh Menag Lukman Hakim Saifuddin.

Dikutip dari laman kemenag.go.id Menag menyampaikan,  permufakatan ini memiliki makna tidak hanya bagi budayawan dan agamawan peserta sarasehan,  tapi juga masyarakat secara umum, bahkan dunia, karena saat ini merupakan era global.

"Permufakatan ini harus terus kita gulirkan di tempat lain sehingga pikiran ini tidak hanya jadi proses perbincangan tapi juga terjadi internalisasi," harapnya.

Menag mencatat ada tujuh catatan terkait Permufakatan Yogyakarta yang akan menjadi perhatian pemerintah,  yaitu:

  1. Menyatakan prihatin atas terjadinya gesekan di kalangan masyarakat terkait budaya dan agama;
  2. Menyerukan kepada para tokoh agama untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa tujuan akhir dari ajaran agama adalah untuk membentuk akhlak mulia, yang dengannya masyarakat berinteraksi sosial secara tertib, toleran, saling menghormati satu dengan lainnya, berperilaku sabar dan menahan diri, serta bersyukur atas anugerah keragaman bangsa Indonesia;
  3. Menyerukan kepada para tokoh budaya untuk terus mengembangkan produk-produk kebudayaan yang menghargai karakter dasar masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai relijiusitas.
  4. Mendorong pemerintah untuk mengembangkan model pendidikan yang dapat menciptakan jembatan antara relijiusitas, nasionalitas, dan etnisitas bangsa Indonesia;
  5. Mendorong pemerintah agar menjadikan karya seni, karya sastra relijiusitas, serta artefak-artefak kebudayaan lokal sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dalam rangka membentuk kebanggaan atas identitas keragamaan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
  6. Mendorong pemerintah dan para penyelenggara pendidikan untuk secara sistematis dan berkelanjutan menanamkan ajaran-ajaran moral dasar khususnya bagi anak-anak dan generasi muda tentang nilai kerjasama, tanggungjawab, kejujuran, disiplin, mandiri, dan ajaran untuk tidak menerima sesuatu yang bukan haknya.
  7. Menyerukan kepada semua pihak agar melakukan internalisasi nilai dan moral agama secara substantif, menghindari pemikiran diskriminatif terhadap tafsir keagamaan lain, menyadari bahwa keragaman adalah takdir dan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia, serta menjadikan spiritualitas sebagai basis kemanusiaan dan kebudayaan yang otentik. (Red: Muiz)