Nasional

Indonesia Sedang Menghadapi Perang Proksi

NU Online  ·  Sabtu, 7 Februari 2015 | 02:03 WIB

Jakarta, NU Online
Indonesia kini tengah menghadapi perang proksi (proxy war), yakni perang tidak tampak, yang menggunakan tangan ketiga untuk merongrong dan mengambil kekayaan alam kita sebesar-sebesarnya melalui penyebaran narkoba, penyakit AIDS, media sosial, dan sejenisnya.
<>
Demikian disampaikan Asisten Teritorial Kodam Jaya Kolonel Arudji Anwar mewakili Panglima Kodam Jaya, saat menjadi narasumber pada diskusi yang digelar Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) DKI Jakarta, menyambut diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016.

Calon doktor Universitas Padjajaran itu menjelaskan, penetrasi narkoba semakin parah, malah sudah masuk kategori darurat. Pengguna narkoba aktif saat ini sudah menembus 4,2 juta orang, dan setiap hari ada 50 orang meninggal akibat adiktif kronis. Sehingga yang terjadi ke depan adalah punahnya generasi, lantaran generasi kita tidak bisa berpikir, dipenuhi halusinasi, dan tidak peduli nasib bangsa lagi.

Ancaman lainnya yaitu penyakit AIDS yang menyerang mayoritas generasi muda. Bahkan AIDS menjadi genosida bagi rakyat Afrika di kala dihancurkan oleh negara barat. Sebagaimana diketahui bahwa pusat studi AIDS milik Amerika berada di wilayah ASEAN, Thailand.

Narkoba dan AIDS adalah langkah bangsa lain untuk menghancurkan generasi bangsa Indonesia. Indonesia menjadi sasaran karena terletak di daerah ekuator atau katulistiwa yang memiliki kekayaan alam dan sumber energi besar yang dibutuhkan semua bangsa di dunia ketika jumlah penduduk dunia semakin meledak. Agenda MEA, ACFTA, atau APEC, bagi Arudji tidak lain adalah instrumen untuk menguasai Indonesia.

"Saat bangsa lain sedang sibuk mencari cara untuk menguasai energi, air, pangan, dan lain-lain. Dan ketika generasi kita dihancurkan dengan narkoba, AIDS, dan lain-lain, ternyata kita sedang asyik dengan media sosial yang isinya non-fact semua. Tayangan televisi yang tidak mendidik dan merusak moral anak-anak. Nyuri ayam saja masuk TV, tayangan bacok-bacokan, tawuran, dan kekerasan sangat terbuka," sesal Arudji.

Dalam dikusi yang berlangsung di gedung PBNU, Jakarta, Selasa (3/2), itu Arudji juga mengingatkan tentang mudahnya masyarakat terpancing membuat kegaduhan. "Lihat pemerintahan Pak Jokowi belum sampai 100 hari sudah dipenuhi gonjang-ganjing media. Gonjang-ganjing yang akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kau tidak akan percaya lagi dengan TNI-mu, polisimu, KPK-mu, DPR-mu, dan lain-lain. Hancurlah bangsa ini," imbuhnya.

Ia melanjutkan, ancaman perang proksi harus dihadapi dengan memantapkan kondusivitas wilayah dengan kembali ke tugas pokok masing-masing dengan kerja. Aparat pemerintah bekerja, masyarakat pun harus memikirkan bagaimana berkontribusi untuk negara.

"Negara memang sudah ada yang mengatur, tetapi pikirkan apa yang bisa kita perbuat untuk bangsa. Sehingga Kodam Jaya pun sedang membangun wilayah/teritorial mandiri dimana keluarga bisa mencukupi kebutuhan sendiri dengan memelihara ternak dan menanam tanaman di rumah masing-masing. Selain mendampingi kajian dan proses pembangunan energi terbarukan (bioenergi) untuk ketahanan energi bangsa kita," tutup Arudji.

Diskusi dwimingguan bertajuk "Kondusivitas Jakarta Saat ini dan di Era MEA 2016" tersebut juga dihadiri Direktorat Binmas Polda Metro Jaya AKBP H Jajang Hasan Basri mewakili Kapolda Metro Jaya, dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta Taufan Bakri mewakili Gubernur DKI Jakarta sebagai narasumber. (Mulyadin Permana/Mahbib)