Nasional

Ibu Kota Negara Dipindah, Bagaimana Nasib Jakarta?

Sel, 27 Agustus 2019 | 04:50 WIB

Ibu Kota Negara Dipindah, Bagaimana Nasib Jakarta?

Monumen Nasional di Jakarta. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online
Keputusan memindahkan ibu kota negara memunculkan banyak pertanyaan di benak masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta dan kota-kota di sekitarnya. Di antaranya bagaimana nasib Jakarta selanjutnya, serta sejumlah alasan dari berbagai sudut pandang terutama ketika masyarakat merasa sudah mapan dan nyaman dengan kondisi saat ini.

“Tentu ada yang bertanya, setelah ibu kota pindah ke wilayah Kaltim, lalu bagaimana nasib kota Jakarta?” ungkap Presiden Joko Widodo, Senin (26/8) di Jakarta.

Jokowi menjelaskan, kota ini (Jakarta, red) akan tetap menjadi prioritas pembangunan. Jakarta terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa berskala regional dan global.

“Misalnya rencana Pemprov Jakarta untuk melakukan urban regeneration yang dianggarkan sebesar Rp571 triliun, tetap dijalankan. Pembahasannya bahkan sudah pada level teknis dan siap dieksekusi,” jelas Jokowi.

Istana Negara mengonfirmasi secara resmi bahwa Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang ada di Provinsi Kalimantan Timur dipilih sebagai wilayah Ibu Kota Negara.

Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam, terutama dalam tiga tahun terakhir.

“Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan, lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara,” ungkap mantan Wali Kota Solo ini.

Menurutnya, wilayah Jakarta saat ini menyangga beban yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Bahkan, sebagai lokasi bandar udara dan pelabuhan laut terbesar di Indonesia.

“Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara dan air kota ini harus segera kita tangani,” terangnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan, problem tersebut bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta. Ini karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta.

“Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meski sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah,” jelas Jokowi.

Selain itu, sambungnya, beban Pulau Jawa juga semakin berat. Penduduknya sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia, dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa.

“Kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat itu,” tegasnya.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi