Nasional

Humor Dekatkan Agama pada Umat

Jum, 7 Agustus 2020 | 12:00 WIB

Humor Dekatkan Agama pada Umat

Komedian tunggal Sakdiyah Ma’ruf. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Para dai dalam menyampaikan dakwahnya kerap tak lepas dari humor. Mereka memasukkan hal tersebut sebagai sebuah bagian dari materi dakwahnya. Komedian tunggal Sakdiyah Ma’ruf menyebut bahwa kehadiran humor penting dalam sebuah dakwah sebagai sarana mendekatkan agama kepada umat.


“Humor itu penting karena berpotensi untuk mendekatkan agama kepada umat, kehidupan, dan kemanusiaan. Niatnya itu dulu,” katanya saat menjadi narasumber pada Pelatihan Dai Milenial yang digelar oleh NU Online dan INFID pada Kamis (6/8).


Menurutnya, humor menjadi sebuah tuntutan dalam setiap ceramah atau konten keagamaan. Namun, hal tersebut juga perlu diperhatikan lebih dalam lagi, yakni humor yang seperti apa. “Untuk konten keagamaan itu dituntut ada humor, ya humor seperti apa?”


Pasalnya, humor, menurutnya, merupakan sesuatu yang berbahaya. Sebab, humor yang disampaikan dengan tidak bohong dan melecehkan. Humor juga, katanya, kerap digunakan oleh orang yang tertindas sebagai sebuah perlawanan. Di sisi lain, humor diidentikkan dengan kemampuannya yang mengeraskan hati.


Namun, Sakdiyah menegaskan bahwa humor bisa digunakan sebagai cara untuk menundukkan diri, melenakan, hingga menghaluskan budi.


Dakwah Islam, menurutnya, sesungguhnya kaya akan humor, menguatkan pembelajaran, dan mengandung banyak hikmah. Ia menyebut beberapa tokoh Islam yang dikenal humoris, seperti Nasrudin Hoja dan Abu Nawas.


“Dakwah bil hikmah ya dengan humor, kisah, dan dapat memahami sendiri ini dan itu dilarang,” jelasnya.


Masyarakat Muslim di Amerika Serikat, ia mencontohkan, menggunakan humor untuk melawan islamofobia. Artinya, humor bisa menjadi media untuk mempersatukan umat lintasagama ataupun lintasetnis.


Senada dengan Sakdiyah, Habib Husein Ja’far Al-Hadar juga mengatakan bahwa umat membutuhkan penyegaran dalam setiap konten keagamaan. Namun, kehadiran humor sebagai sebuah konten dakwah tentu tidak boleh kosong begitu saja.


Karenanya, ia juga mengingatkan haru hati-hati dalam melempar humor. Dai harus memastikan humor yang disampaikannya tidak akan melahirkan masalah. Sebab, humor yang tidak salah, katanya, belum tentu aman.


“Ketersinggungan itu subjektif. Jadi harus hati-hati. Bagaimana menggali humor yang mendalam sebagai gaya kita sehingga keluar. Itu khas,” katanya.


KH Zainuddin MZ, misalnya, yang kerap menyampaikan humor yang amat khas dalam setiap ceramahnya. Humor ala Betawi itu mungkin bisa dibawakan oleh orang lain, tetapi tentu pasti kurang. Orang Madura bisa membawakan humor dengan gayanya sendiri.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad