Nasional

Hukum Pekurban Mengambil Daging Kurbannya untuk Dikonsumsi

NU Online  ·  Kamis, 5 Juni 2025 | 19:30 WIB

Hukum Pekurban Mengambil Daging Kurbannya untuk Dikonsumsi

Ilustrasi. Sapi kurban milik Bastomi, pedagang hewan kurban di Batang, Jawa Tengah. (Foto: dok. Bastomi)

Jakarta, NU Online

Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam ibadah kurban di Idul Adha adalah mengenai pendistribusian daging kurban. Di antara yang kerap menjadi pertanyaan yaitu hukum pekurban mengambil daging kurbannya untuk dikonsumsi.


Ustadz M Ali Zainal Abidin dalam artikelnya di NU Online berjudul Seberapa Banyak Pekurban Boleh Mengonsumsi Daging Kurbannya?mengatakan bahwa seseorang yang kurban sunnah maka boleh mengambil daging kurbannya.


Pernyataan ini, kata Ustadz M Ali Zainal berdasarkan Al-Qur'an Surat Al-Haj ayat 36: "Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan pada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan pada orang yang meminta-minta. Demikianlah kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur."


"Para ulama memaknai redaksi perintah di sini sebagai anjuran, bukan kewajiban. Maka boleh bagi orang yang berkurban sunnah untuk memakan daging hewan kurbannya dengan tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk)," jelasnya seperti dikutip NU Online, Kamis (5/6/2025).


Menurut Ustadz M Ali Zainal, hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dikonsumsi dengan niat mengharap berkah setelah mengonsumsi daging tersebut.


Menyedekahkan kurban sunnah diharuskan, meskipun hanya pada satu orang fakir, dengan daging yang mentah, meskipun hanya sedikit.


Ia menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada batasan khusus tentang legalitas mengambil bagian dari hewan kurban atas nama pribadi, sekiranya sudah ada bagian daging (meski hanya sedikit, seperti satu kantong plastik) yang disedekahkan pada satu orang fakir saja, maka kurbannya sudah dianggap cukup. Sebab tujuan pelaksanaan kurban adalah menyembelih hewan (iraqah ad-dam) besertaan wujud belas kasih pada fakir miskin.


"Berbeda halnya dengan zakat yang tujuannya adalah memberi kecukupan pada orang yang berhak menerima zakat (ighnaal-mustahiqqin) maka harus diberikan seluruh jatah zakat yang wajib," katanya.


Bahkan sebagian golongan dari pembesar ashab syafi’i, seperti Abi al-‘Abbas bin Suraij, Abi al-Abbas bin al-Qash, Ishtakhri dan Ibni al-Wakil berpandangan bahwa boleh mengonsumsi keseluruhan hewan kurban dan tidak wajib menyedekahkan satu pun dari hewan kurban.


Meskipun begitu, ada baiknya pendapat ini tidak diamalkan karena akan menimbulkan kesan aneh dalam tradisi masyarakat, serta cenderung dianggap sebagai bentuk tasahul (mengentengkan syari’at dengan mengamalkan pendapat-pendapat yang ringan). Serta kurang meresapi makna "menyembelih nafsu kebinatangan" dalam ritual kurban bila seluruh daging yang dikurbankan dikonsumsi.


Hal yang dianjurkan oleh ulama dalam kitab Fathul Muin, bagi pekurban adalah tidak mengambil bagian daging terlalu banyak, kecuali sebatas satu-dua suapan untuk mengharap berkah. Tidak lebih dari tiga suapan.  


"Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, menjelaskan pendapat demikian dinukil dari nash Imam asy-Syafi’i, sebab tujuan dari kurban sudah sempurna, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mengalirkan darah kurban telah cukup," imbuh Ustadz M Ali Zainal.


Namun, Ustadz M Ali Zainal Abidin mewanti-wanti, bahwa kebolehan seseorang yang kurban mengambil bagian dagingnya hanya untuk kurban sunnah. Tidak berlaku bagi kurban wajib seperti nazar.


Untuk kurban wajib, tidak boleh bagi pekurban mengambil bagian dari hewan kurbannya, meski hanya sedikit. Jika sampai terlanjur mengambil bagian dari hewan kurban wajibnya, maka wajib baginya untuk mengganti kadar daging tersebut dan dibagikannya pada orang fakir.


Pendapat ini diperkuat pendapat Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin yang menerangkan bahwa haram mengonsumsi kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar.


Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan berhadiah mengonsumsi daging kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan.


"Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut (kurban wajib), maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir," tandasnya.