Hukum Merayakan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad saw, Bagaimana?
NU Online Ā· Rabu, 7 Februari 2024 | 14:30 WIB
Syifa Arrahmah
Penulis
Jakarta, NU Online
Menjelang akhir bulan Rajab, umat Islam di seluruh dunia biasa memperingati peristiwa Israā Miāraj dengan melangsungkan perayaanĀ yang bervariasi.
Ada yang merayakannya dengan memperbanyak shalat sunnah, menghias jalanan atau rumah dengan lampu yang berwarna-warni ada juga yang sengaja membuat perayaan dengan mengundang penceramah atau kiai untuk mendengarkan tausiyahnya.
Di Indonesia juga dilakukan perayaan Isra' Mi'raj sebagai wujud untuk memperingati peristiwa yang merupakan titik awal ditentukannya kewajiban dasar umat Muslim yaitu tentang perintah shalat 5 waktu.Ā
Namun, sebetulnya bolehkah hal tersebut dilakukan menurut Islam? BagaimanaĀ hukum merayakan Israā Mi'raj yang terjadi pada tanggal 27 Rajab atau mulai malam ini?
Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan, Jawa Timur, Sunnatullah menjelaskan, hukum merayakan isra miāraj adalah boleh bahkan dianjurkan jika tujuannya murni karena Allah swt dan cinta pada Rasulullah saw.
"Orang-orang yang merayakannya dengan perbuatan ibadah akan mendapatkanpahala dari Allah swt,ā tulisnya sebagaimana dikutip dari artikel NU Online, āHukum Merayakan IsraāMiārajāĀ pada Rabu (7/2/2024)
Hal itu ia rujuk dari keterangan yang dibahas Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Makki al-Hasani dalam satu bab khusus perihal hukum merayakan hari-hari besar dalam Islam, seperti Maulid Nabi, Isra Miāraj, malam Nishfu Syaāban, hijrahnya Nabi, dan lainnya.
Artinya, āTelah berlaku suatu tradisi, yaitu berkumpul untuk mengenang beberapa peristiwa bersejarah, seperti maulid, memperingati isra miāraj.Dalam anggapan kami, semua ini adalah murni tradisi yang tidak memiliki hubungan dengan hukum syariat, sehingga tidak bisa dianggap anjuran atausunnah, sebagaimana ia tidak bertentangan dengan pokok dan beberapapokok agama Islam.ā (Sayyid Muhammad, al-Anwaru al-Bahiyyah min Isra' wa Mi'raji Khairil Bariyyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 83).
Dalam keterangan tersebut, dijelaskan juga bahwa perayaan itu tidak bisa dianggap terpuji, juga tidak bisa dianggap tercela. Orang yang melakukannya tidak mendapatkan apa-apa. Hanya saja, jika semua itu dilakukan dalam rangka untuk berzikir, membaca shalawat, melakukan kebajikan, atau sekadar manifestasi cinta kepada Nabi, maka ini cukup menjadi alasan untuk mendapatkan rahmat dari Allah dan anugerah dari-Nya.
"Jika motif dan tujuan dalam merayakan Isra' Miāraj adalah murni karena Allah semata, maka semua itu akan menjadi perbuatan ibadah yang diterima oleh-Nya,ā tulis Sunnatullah mengutip keterangan Sayyid Muhammad.
Selain keterangan di atas, Sunnatullah juga mengutip penjelasan dari Syekh Syauqi Ibrahim Allam, salah satu mufti besar Mesir, yang menyatakan hukum merayakan Israā Miāraj adalah sunnah. Keterangan itu tertulis dalam kitab Syekh Syauqi, Darul Iftaal-Mishriyah, nomor fatwa 14336, 5 April 2018, yang berbunyi: "Menghidupkan malam dalam rangka memperingati Isra Miāraj dengan perbuatan ibadah yang bermacam-macam adalah dianjurkan secara syariat, di dalamnya terdapat bentuk mengagungkan dan memuliakan pada Nabi."
Terpopuler
1
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Tetap Gelar Aksi, Tuntut Mundur Bupati Sudewo
2
Harlah Ke-81 Gus Mus, Ketua PBNU: Sosok Guru Bangsa yang Meneladankan
3
Obat bagi Jiwa yang Kesepian
4
Innalillahi, A'wan Syuriyah PWNU Jabar KH Awan Sanusi Wafat
5
RMINU Jakarta Komitmen Bentuk Kader Antitawuran dengan Penguatan Karakter
6
Pesantren Jawaban Kebutuhan Pendidikan Karakter dalam Dinamika Kota Global
Terkini
Lihat Semua