Nasional PERUSAKAN MAKAM

Hati-hati dengan 2 Macam Syirik!

Rab, 16 Oktober 2013 | 04:00 WIB

Yogyakarta, NU Online
Syirik secara umum dapat dimaknai menyekutukan Allah. Syirik merupakan dosa besar yang tidak terampuni, berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 84. Tuduhan syirik adalah tuduhan yang gawat dan berat. 
<>
Hal tersebut disampaikan Dosen Sastra Arab Universitas Negeri Malang (UM) Ahmad Fuad Efendy (Cak Fuad) dalam acara “Dzikir Salifin; mengenang, meneladani, dan mendo’akan leluhur”, Ahad (13/10) siang, di Pesarean Ki Ageng Prawiro Purbo, Jl. Kusumanegara, Umbulharjo, Yogyakarta.

Karena berat, Cak Fuad mengimbau untuk tidak sembarangan menuduh orang lain syirik, karena hakikat syirik itu ada di dalam hati, dan yang tau persis urusan hati hanyalah Allah. Sebaliknya, tambahnya, jika kita dituduh syirik jangan serta merta menolak keras sebelum memeriksa hati dengan seksama, jangan-jangan ada kandungan syiriknya.

Selanjutnya, Cak Fuad menjelaskan dua macam syirik, berdasarkan kajian para ulama. Pertama, syirik besar-nyata (syirk kabir-jaliy). Kedua, syirik kecil-tersembunyi (syirk shaghir-khafiy).

Pertama, syirik besar-nyata, yaitu suatu perbuatan yang nyata-nyata didasarkan atas anggapan bahwa ada Tuhan selain Allah, dan diyakini memiliki kekuatan untuk mengubah nasib manusia. Sebagai contoh adalah orang-orang musyrik di zaman Nabi Muhammad SAW, dimana mereka percaya bahwa Allah adalah Pencipta alam semesta, tapi bersamaan dengan itu, mereka menyembah berhala-berhala (Latta, Uzza, Manat, dsb) yang mereka yakini memiliki kekuatan untuk memenuhi permintaan mereka.

Termasuk dalam kategori syirik pertama ini juga adalah syirik niat, yakni ketika seseorang melakukan amal kebaikan, seperti shalat, tahajud, puasa, dan lain sebagainya, bukan untuk meraih ridha Allah, melainkan untuk memperoleh balasan langsung di dunia, atau untuk tujuan duniawi lain, seperti kekuasaan dan kekayaan.

Kedua, syirik kecil-tersembunyi, yakni suatu perkataan yang secara tersirat mengakui bahwa ada yang kuasa selain Allah, atau suatu perbuatan yang ditujukan untuk selain Allah, atau kekaguman dan ketaatan kepada makhluk Allah yang melebihi batas namun tidak sampai pada tingkat penyembahan.
Contoh dari syirik yang kedua ini adalah jika ada seseorang yang berkata “obat dari dokter inilah yang membuat saya sembuh total dari penyakit saya”. Jika ingin terhindar dari syirik, maka perkataan tersebut hendaknya diubah menjadi, “atas pertolongan Allah melalui pak dokter inilah saya sembuh total”.

Termasuk juga dalam kategori syirik yang kedua ini adalah sikap riya’ atau pamer. Riya’ ini sendiri ada beberapa bentuk. Bentuk perbuatan seperti memanjangkan ruku’ atau sujud di dalam shalat, dan menunjuk-nunjukkan kekhusyu’an. Dalam bentuk penampilan, misalnya pakaian yang mengesankan kealiman, menghitam-hitamkan bekas sujud di dahi. Ada pula yang dalam bentuk perkataan, seperti memfasih-fasihkan lidah, berlebihan dalam memberikan nasehat, atau pamer hafalan dan keluasan ilmu.

Menurut Cak Fuad, ada dua praktik keberagamaan yang sering diperdebatkan dalam hubungannya dengan syirik ini, yakni tawasul dan istighotsah. Mengenai hal ini, ia menyampaikan bahwa baik yang melarang maupun yang memperbolehkan, keduanya memiliki argumentasi masing-masing yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Maka, sambungnya, diperlukan penelaahan yang komperhensif dan mendalam. Setelah itu, biarlah setiap orang mengambil sikapnya sendiri-sendiri dan atas tanggungjawabnya di hadapan Allah. 

Acara tersebut dihelat atas keadaan masyarakat yang masih terusik usai aksi perusakan terjadi pada bulan lalu. Hadir pula Emha Ainun Najib (Cak Nun) dalam acara tersebut. (Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib)